Kupikir ketika seorang kenalan mengundangku di acara pernikahan barunya ,dengan baju warna kuning gading dengan senyum bahagia,dengan binar mata seperti bintang ,dengan lirikan pada pasangan,yang jika kamu mengerti sedikit-sedikit tentang bahasa isyarat di foto atau sinar mata yang terpancar di foto,itu adalah ekspresi super bahagia yang kulihat,setelah sekian tahun sebagai single parent dengan semua pembicaraan rasa sepi,beberapa teman yang menjauhi karena statusnya,beberapa pria yang menggoda tak habis-habisnya,kelelahan mengurusi tiga anak remaja beserta kesulitan keuangannya.Syukurlah dia mendapatkan pria baik,dia wanita baik seharusnya mendapatkan pria yang baik,seharusnya.Aku malah hampir menangis karena dia menemukan belahan jiwanya.
E walah,enam bulan kemudian waktu ketemu,sudah sendirian lagi,tetapi kali ini berbeda dengan dulu yang terlihat merana sebelum menikah lagi,dia sudah terlihat tegar dan malahan menikmati.
Bubar!
Kenapa?
Dia bercerita,dia seorang pekerja juga:
Anak-anak tiri yang menganggapku seperti babunya,menganggapku seperti perebut ayahnya,mentertawakan aku karena ibunya lebih cantik;mentertawakan aku dan ayahnya ,kenapa ayahnya mau dengan dirinya yang sudah punya anak tiga.
Anak-anak tiri yang sengaja menindas anak-anak kandung kenalan tadi.Begitu bercerita pada suami barunya,suami barunya tidak percaya.Anak-anak kenalan tadi sangat menderita dan meminta mamanya bercerai saja ,karena tidak tahan melihat mamanya yang baik dihina.
Lalu kerikil-kerikil menjadi batu yang dilemparkan sembunyi tangan dengan segala fitnah ingin menguasai harta ayahnya.
Setiap kali berusaha bicara dengan suami barunya lagi,tidak ada solusi.
Cinta yang menggebu hanya tiga empat bulan berlalu.
Dan kenalan tadi sepertinya trauma setelah mengajukan gugatan.