Apalagi yang diharapkan sebagai orang tua adalah memberi yang terbaik untuk anaknya dalam bentuk apapun ,itu adalah bentuk kecintaan orang tua pada anaknya.Jika orang tua mampu memberi yang sesuai ,kenapa harus membelikan atau memberi yang lebih rendah,dalam artian bukan memanjakan.
Bagi seseorang seusia saya ,pasti mengalami yang namanya keinginan agar anak-anak nantinya mendapatkan masa depan yang terbaik.Termasuk pemilihan sekolah anak. Apapun nanti hasilnya itu adalah masalah nasib dan keberuntungan .Mungkin saja ada yang berfikir secara sangat demokratis,sekolah sama saja,pokoknya sekolah dapat ijasah dapat kerja,mungkin itu era generasi orang tua saya yang membiarkan anak-anak mengurus sendiri sekolah yang dia mau
Beda dengan generasi saat saya jadi orang tua,baik saat anak-anak mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.Yang tidak memiliki kemampuan tersingkir,bukan soal kemampuan uang,tetapi kemampuan siswa menyerap mata pelajaran.
Anak yang memang punya otak encer dan brilian,tanpa fasilitas yang memadaipun tetap cemerlang dan bisa meraih kesuksesan,beda lagi yang sebaliknya,mau dikasih les prifat pelajaran seminggu tujuh kali,setiap hari dua guru,ketika tidak mampu menyerap yang malah bisa stres.
Kasus dimana anak dipaksa masuk ke sekolah swasta yang murid-muridnya pandai,sementara murid tersebut dalam kategori medium dalam menyerap pelajaran,ya tetap tertinggal,bahkan les pun kadang tidak membantu.
Sekolah Negeri mengisyaratkan minimum nilai untuk masuk ke sebuah sekolah adalah untuk mengayak kemampuan yang setara dengan murid lainnya ,sehingga memudahkan guru mengajar dan memudahkan cara murid menyerap pelajaran.
Sekolah favorit memang memiliki kelebihan yang begitu diperebutkan antara lain adalah tolok ukur nilai kelulusan,tolok ukur lulusannya diterima di PT mana,tolok ukur lomba yang berhasil diraih,tolok ukur alumni yang berhasil,tolok ukur kelengkapan dan fasilitas sekolah,tolok ukur guru-guru yang berprestasi serta murid yang berprestasi.Murid yang pandai dan tekun dan belajar dalam suasana kondusif itulah yang membentuk sebuah sekolah dengan strata masing-masing.
Jelas akan berbeda dengan sekolah yang muridnya banyak melakukan tawuran atau perkelahian dengan sekolah lain.Atau suasana belajar yang kurang kondusif,fasilitas yang kurang lengkap,kemampuan siswa itu sendiri.
Kalau kemudian ada perubahan ke arah sistim zonasi adalah agar memudahkan transportasi dan yang lebih dekat,saya rasa harus diolah,tetap saja sistim zonasi misal radius lima kilometer,orang tua tetap akan mencari sekolah yang terbaik dalam zonasi itu.Tetap saja ada sekolah yang kelebihan dan kekurangan murid.
Kalau bicara tentang kastanisasi,dimanapun ada yang memiliki kastanisasi dan tidak bisa dihindari.Para pekerja pun punya kastanisasi atau level-level yang bertingkat,strata hidup seseorang,yang hidup di perumahan mewah atau di kampung ruwet,punya kelas tersendiri.