'Lorong tergelap yang kulihat,namun ternyata hatimu lebih gelap dan nuranimu tertutup'
Trista mengetuk pintu rumah bu Kesti,rumah itu terlihat agak kotor halamannya,daun-daun kering bertebaran dan mangga berlobang hingga hampir membusuk ada beberapa bekas dimakan codot.Jendela rumah dapur terbuka,ia melongok,sepi ,kemana bu Kesti?
Rumah ini serasa rumah keduanya dulu saat belum pindah.Rumah malam-malam melihat bintang dan bulan purnama duduk di depan rumah sederhana dengan halaman melebihi lapangan sepakbola.Pohon sawo manila,pohon sawo kecik,pohon mangga,pohon jerut purut,saat kadang ia memetik untuk membuat kupat tahu dan mengambilnya begitu saja karena sudah dibilang 'ambil saja setiap saat,lombok rawitnya juga'.Tetapi lombok rawit tak pernah disentuhnya,ia hanya butuh jerut purutnya.
Sepi seperti biasa,rumah diantara temnok besar yang mengelilingi dan sendiri,bu Kesti tetangga dulu sekaligus penjahitnya dan kadang senang melihat kenanggan wanita tua yang lemah lembut dan sederhana itu memamerkan hasil karyanya.
Seperti berbulan-bulan yang lalu,ia membuka pintu depan.Memanggil nama bu Kesti.Ke dapur dan meja makan kosong tidak ada apa-apa.Tapi kenapa jendelanya dibuka?Trista tahu bu Kesti selalu menutup jendela belakang jika pergi.
"Bu Kesti...ini aku Trista..'katanya setelah mengucap salam.Dan tiba-tiba Trista merasakan kulitnya merinding entah kenapa.Bunyi benda jatuh mengagetkannya.Dari kamar tidur bu Kesti,agak gelap di tempat itu.
"Bu Kesti..".ia bergegas masuk ke kamar tidur.Sebuah wajah pucat ,Trista menggeleng,wajahnya kenapa agak berubah?pikirnya.
"Bu ya ampun kenapa? Mira atau Niken ada dimana?"
Tubuh kurus wanita berumur enam puluh tahun,kecantikannya yang beberapa bulan lalu masih tersisa sama sekali tak ada,matanya cekung ,badannya tinggal tulang dan menatapnya lemah.
"Trista..."
"Ya Allah ada apa ini bu?tak bawa ke dokter sekarang ya.Mas Tio akan menyusul kesini."