Lihat ke Halaman Asli

Kekekalan Rumus "Tulislah!"

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Saya benar-benar belajar menulis lagi setelah berapa lamanya vakum. Ketika mencoba untuk memulai lagi, sungguh rasanya berat. Bagaimana lagi mau membiasakan. Bukankah kebiasaan, habit, itu harus dimulai? Begitulah yang terjadi pada saya sekarang ini.
Saat menulis beberapa paragraf ini pun, saya dalam pengkondisian belajar menulis. memulai menulis lagi. Mencicil aktivitas menulis ini hingga pada sekian waktu ke depan dapat menjadi kebiasaan, habit.

Sebenarnya saya mengenali “penyakit” yang menyerang saya sehingga vakum menulis. penyakit yang secara teori-kognitif saya tahu; menunda-nunda menulis, seolah tidak punya waktu luang, tidak percaya diri, terlalu ekspektatif, dsb. Namun mengetahui hal-hal tersebut tidak berdampak sekalipun, karena psikomotorik saya yang begitu malas. Benar-benar seperti hendak ke luar rumah di tengah terik padang gurun.
Dan untuk membuat tulisan kita memang hanya perlu menulis. Ya menuliskannya atau tulislah saja. Barangkali “rumus” tulislah ini banyak diketahui oleh penulis, atau yang ingin belajar menulis. namun seringkali rumus tersebut ditabrakan dengan antitesis yang berbunyi "nanti saja", atau "ah tidak begitu penting untuk dituliskan". Dari menulis tulisan singkat ini, saya hanya mencoba meratakan kemalasan yang menggunung. Saya ingat, bahwa untuk belajar (lagi) membuat sebuah tulisan tidak wajib berpanjang kali lebar, berhalaman-halaman. Beberapa paragraf ini pun jadi. Sekaligus seperti sebuah penegasan rumus "tulislah".
Memang saya tidak sedang membahas soal-soal yang kita bertebaran di tengah kehidupan publik seperti korupsi yang akut, kriminalitas yang semakin biadab, perpolitikan yang membosankan, dsb. Saya kali ini, hanya ingin membagi pengalaman yang saya alami sekarang. Suatu kemalasan untuk menulis. Suatu ikhtiar untuk menciptakan kebiasaan menulis lagi.
Bak sebuah pisau yang tumpul yang ketika diasah terus-menerus akan temui ketajamannya, maka itulah harapan saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline