Lihat ke Halaman Asli

Effendy Wongso

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Dari Penganan Bacang hingga Perahu Naga, Inilah Sejarah Festival Duanwu

Diperbarui: 9 Juni 2024   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bacang adalah penganan seperti lontong, dibuat dari beras (ketan) yang diisi daging". (Foto: Effendy Wongso)

Di salah satu grup WhatsApp (WA), Buddhis Kupang, Senin 29 Mei 2024 lalu, salah seorang anggota pertemanan atau "kalyanamitta" yang disapa "Koh Aciang" mengirimkan pesan teks terkait penjualan "bacang".

"Selamat siang, yang berminat bacang, preorder ready tanggal 8 Juni 2024. Harga Rp 45.000 yang pakai telur asin setengah butir dan Rp 50.000 yang pakai telur asin satu butir. Ditunggu orderannya," demikian tulis pria bernama asli Ricky Chandra ini.

Di media sosial antarumat Buddha Kota Kupang tersebut, ia juga melampirkan foto gantungan belasan bacang yang bakal dijualnya. Bacang-bacang itu sendiri tampak menggiurkan.

Lantas, apakah sesungguhnya bacang atau di daerah Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar disebut "kwecang"?

Merunut KBBI.web.id, bacang adalah "penganan seperti lontong, dibuat dari beras (ketan) yang diisi daging". Bacang sangat populer dalam komunitas Tionghoa, dan menjamur dalam momentum tertentu sesuai tradisi mereka.

Bacang yang juga kerap ditulis "bakcang' dirayakan setiap tanggal lima bulan lima sesuai penanggalan Khongcu Lek. Karenanya, perayaan Hari Bacang jatuh pada Senin 10 Juni 2024 dan pasti dirayakan di daerah-daerah mayoritas Tionghoa seperti di Medan, Makassar, Pontianak, dan Singkawang.

Kendati demikian, tidak banyak masyarakat di Tanah Air mengetahui sejarah penganan khas yang berasal dari Tiongkok ini. Sebab, lahirnya penganan bacang ini tentu tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang.

Kendati hanya konteks kuliner, bagi sejarawan khususnya di Tiongkok bacang diklaim menyimpan kisah patriotik seorang tokoh Negeri Chu, Qu Yuan sekitar dua ribu tahun lampau di zaman Tiga Negara atau "Sam Kok".

Menurut sejarah yang dipaparkan sejarawan tersebut, Dinasti Chu pada zaman Sam Kok yang juga sering disebut zaman Peperangan pada 403 SM-231 SM) sudah tidak berarti lagi sebagai negara pusat. Pada zaman itu ada tujuh negara besar, di antaranya Negeri Qi, Chu, Yan, Han, Zhao, Wei, dan Qin. Negeri Qin adalah negeri yang paling kuat dan agresif, sehingga enam negeri yang lain itu sering bersekutu guna bersama-sama menghadapi Qin.

Dikisahkan, Qu Yuan adalah seorang Menteri Utama dan setia dari Negeri Chu. Ia juga tokoh yang paling berjasa lantaran berhasil menyatukan keenam negeri ini guna menghadapi Qin. Karenanya, masyarakat di Negeri Qin terus-menerus berusaha menjatuhkan nama baik Qu Yuan, terutama ketika berhadapan dengan kaisar dari Negeri Chu, Cho Hwai Ong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline