Lihat ke Halaman Asli

Effendy Wongso

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jelang Pengumuman Kenaikan BBM Subsidi, Ini Cara Pelaku Usaha Tetap Survival

Diperbarui: 22 Agustus 2022   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi toko kelontong. (Foto: KOMPAS.COM/ RAJA UMAR) 

Jelang pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam kegiatan Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Jumat 19 Agustus 2022 kemarin, tentu secara signifikan berdampak terhadap tatanan perekonomian rakyat.

Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar pada pekan depan. 

Seperti dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Jumat 19 Agustus 2022, Luhut juga mengungkapkan, harga BBM subsidi saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.

"Nanti mungkin minggu depan, Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). 

Jadi, Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," bebernya.

Terkait hal itu, penulis mencoba mengulas beberapa upaya survival yang dilakukan beberapa pengusaha lokal, khususnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) jika nantinya kenaikan harga BBM subsidi itu menggerus secara substansial.

Paling tidak, upaya untuk sekadar survive di tengah krisis itu telah ditunjukkan atau menjadi pengalaman untuk survival jika kembali dilanda krisis serupa.

Contohnya, penerapan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM beberapa waktu lalu, baik dalam skala mikro maupun darurat, memang membuat semua pelaku usaha terseok, bahkan tidak kurang yang gulung tikar.

Ilustrasi ritel. Seorang karyawan tengah berjalan di salah satu swalayan di Kota Kupang, Horeka. / Foto: Effendy Wongso 

Interaksi antarkonsumen dan pedagang yang terbatas, dengan sendirinya menekan transaksional yang sejatinya menjadi urat nadi dalam keberlangsungan suatu usaha. Sehingga, hal itulah yang membuat banyak pengusaha mengibarkan "bendera putih".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline