Lihat ke Halaman Asli

Wanita Baik, Tidak Baik untuk Dijadikan Istri

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

"Le, kowe kuwi cah lanang. Lelaki itu berhak memilih dan wanita berhak menolak. Perkawinan itu bukan untuk sehari dua hari tapi untuk selamanya, pilihlah wanita baik bila ingin kau jadikan istri...". Itu adalah kata-kata ibu saya. Kira-kira delapan tahun yang lalu ketika saya memperkenalkan pacar saya kepada beliau. Saya tidak tahu apa maksud "wanita baik", apakah menurutnya pacar saya bukan wanita baik? Saya tidak mau berpikir sejauh itu, walaupun pada akhirnya hubungan saya putus yang pasti waktu itu dia wanita terbaik. Paling tidak dia baik pada saya.

Kalau mau jujur, setiap orang pasti punya kriteria akan bakal pasangan hidupnya. Entah itu kriteria tertinggi atau bahkan kriteria terendah sekalipun. Seperti saya misalnya, tanpa mengenal lelah terus berjuang mencari "wanita baik" sesuai pesan ibu saya. Tetapi terkadang saya sering menemukan di lapangan lewat obrolan bersama teman-teman ternyata lelaki pada umumnya mempunyai kriteria yang sama akan wanita. Yang cantik, mulus, putih, baik, solehah dan bla bla bla....., sepertinya wanita pun juga begitu, pokoknya yang bagus-bagus lah. Kenapa sampai sekarang saya tetap jomblo, mungkin karena saya termasuk pria baik menurut wanita. Lho, kok bisa ? Wanita yang dekat dengan saya pernah menjawab seperti ini sewaktu saya mengajukan sebuah pertanyaan, "Maaf......! Kamu tuh terlalu baik, aku nggak pantas untuk kamu....".

Terus terang saya sendiri tidak tahu definisi pasti apa itu "baik", "pria baik" atau "wanita baik". Bagi saya semua wanita pasti sama saja, apalagi kalau menuruti ego ketika hati sedang dilanda kasmaran. Mau galak kek...., hidung pesek kek...,cerewet kek...., gendut kek..., kalau sudah cinta meskipun dari dunia berwarna apa saja tetap akan menjadi wanita yang terbaik. Pemahaman ini terus saya pegang meskipun pernah suatu kali saya membaca sebuah artikel di koran tentang wanita, tentu saja yang membahas kata "baik" tadi. Dalam tulisan tersebut ternyata tidak ada wanita tidak baik, yang ada hanya wanita baik dan wanita baik-baik. Dalam hati saya sempat bilang woouw..., tapi tidak sambil salto. Kalau tidak salah tulisannya seperti ini;

Ia memiliki wajah wanita baik. Wanita baik adalah wanita yang tidak tengil atau sesumbar, tidak sok cantik atau manja. Meski tidak berarti wanita baik-baik. Wanita baik-baik, yaitu yang setia pada keluarga, bisa saja sangat menyebalkan dan suka membual demi menegakkan citra rumah tangga. Wanita baik adalah wanita yang menyenangkan untuk diajak ngobrol bersama, meski belum tentu baik untuk hidup bersama.

Pikir saya waktu itu," Eiit..., mencari yang baik saja susahnya setengah mati apalagi memburu yang baik-baik, bisa benar-benar mati...". Tapi baiklah, saya terima juga deskripsi itu. Paling tidak sebagai jawaban bila nanti di tengah jalan ada yang bertanya apa itu wanita baik.

Ada lagi, saya pernah membaca bagaimana cara memilih wanita yang akan dijadikan pasangan hidup; Mesti selektif, tidak asal pilih hanya karena cantik atau bahkan hanya karena kaya raya. Wajib mengenali benar bagaimana karakternya, tampang manis bukan jaminan punya tabiat manis juga. Saya tidak hiraukan semua hal tadi. Kalau saya cinta dan bisa untuk berkomitmen otomatis dia akan menjadi wanita baik, baik-baik, atau apa lah istilahnya. Yang pasti terbaik.

Siang tadi, di tempat kerja. Teman saya memutar musik lewat ponselnya, lagu Jawa , judulnya Dadi Ati (Jadi Hati). Karena saya bukan seorang pengamat musik maka saya katakan lagu ini luar biasa. Untuk yang ini saya tidak bilang woouw saat mencoba mengomentari penyanyinya, ups...maksud saya syairnya. Seperti ini hasil kesimpulan saya akan syair lagu tersebut;

Mau mencari yang seperti apa? Walau benci sehebat apapun kalau jodoh toh akhirnya menikah juga. Pegangan pernikahan bukan harta dan rupa, tidak akan ada yang dapat memisahkan bila hati yang menjadi pengikatnya. Tak pernah ada kecocokan yang seratus persen, sudah lumrah bila hidup penuh dengan ujian dan godaan tapi semuanya tadi tidak akan bisa mememutuskan "jodoh".

Tiba-tiba teman saya bertanya, "Terus kok, kamu nggak kawin-kawin...?."

Saya jawab," Siapa bilang ?".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline