Program Pemerintah
Kementerian Agama akan segera mengeluarkan program penceramah bersertifikat. Konon menurut informasi, Program ini merupakan arahan Wakil Presiden Maruf Amin, yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada tahap awal, program ini ditargetkan dapat diikuti oleh 8.200 penceramah dan program ini dilakukan secara bertahap dan akan berlanjut hingga tahun depan.
Peta lokasi pelaksanaan program dilaksanakan di Jakarta sebanyak 200 penceramah dan 8.000 lainnya di daerah di seluruh Indonesia. Selain itu, kegiatan ini juga tidak bersifat wajib dan tidak mengikat.
Selain program penceramah bersertifikat, saat ini menurut catatan pemerintah, terdapat sekitar 50 ribu penyuluh dan 10 ribu penghulu di Indonesia, dan secara bertahap mereka juga akan ditingkatkan kapasitasnya dibidang literasi tentang zakat, wakaf dan moderasi keagamaan. Selain itu, setelah mengikuti kegiatan mereka akan mendapatkan sertifikat.
Program penceramah bersertifikat ini akan dilaksanakan secara kolaboratif dan pemerintah dalam hal ini Kemenag sebagai koordinator dan fasilitator yang dalam pelaksanaaannya juga akan melibatkan MUI dan Ormas Islam lainnya. MUI dilibatkan sebagai narasumber bidang agama dan Ormas Islam diundang untuk mengirimkan anggotanya.
Selain MUI dan Ormas Islam, program ini juga melibatkan Lemhannas dan BPIP serta BNPT. Dalam program ini pemerintah juga tidak mewajibakan masjid untuk mengundang penceramah bersertifikat dan pemerintah hanya memberikan sertifikat kepada penceramah yang dilatih.
Tujuan pemerintah (Kemenag) dalam program penceramah bersetifikat adalah pertama, untuk mendalami ilmu agama. Kedua, untuk penguatan paham kebangsaan sehingga seorang penceramah disamping memiliki pemahaman keagamaan yang mendalam juga memiliki wawasan kebangsaan. Ketiga, agar penceramah memiliki pemahaman keagamaan yang moderat.
- Tantangan dan Pemecahan Masalah
Ditengah gencarnya informasi tentang program penceramah bersertifikat yang dikeluarkan pemerintah, telah mendapat tantangan dari berbagai pihak, diantaranya Front Pembela Islam (FPI) dan pegurus Majelis Ulama Indonesia (FPI). FPI menuding rencana itu digulirkan oleh pihak anti Islam dan hanya sebagai alat kontrol pemerintah terhadap ulama.
Program ini juga dikhawatirkan akan memicu kegaduhan dan keresahan di kalangan umat Islam, seperti yang berlangsung di akhir 2019. Penolakan juga dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah berkumpulnya para ulama dan Ormas Islam.
Sebagian pengurus MUI menolak dan tidak setuju dengan program ini. MUI menganggap bahwa program ini kurang produktif dan berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan pemerintah untuk meredam ulama yang tidak sejalan.
Bahkan Komnas HAM pun juga dengan tegas menolak, karena jika program ini dilaksnakan akan beresiko menimbulkan perpecahan internal pemeluk agama dan akan mengotak-kotakan para mubaligh, bahkan bisa saling berhadap hadapan, dan tentunya hal ini sangat mengadu domba anak bangsa.