Lihat ke Halaman Asli

Efendi Muhayar

Laki-laki dengan pekerjaan sebagai ASN dan memiliki hobby menulis artikel

Rumor Ahok Jadi Menteri Tak Ada Gunanya

Diperbarui: 5 Juli 2020   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam beberapa hari ini  di media beredar rumor tentang nama-nama calon yang akan menggantikan  menteri-manteri yang saat ini  berada dalam kabinet pemerintahan Jokowi. Salah satu diantaranya   adalah menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erik Tohir yang akan diganti oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Rumor ini kencang beredar di publik, dan ada yang beranggapan bahwa hal ini dianggap sebagai bentuk dari keinginan Parai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai pemenang Pemilu  dan yang saat ini menjadi partai pendukung pemerintah  untuk menguasai BUMN. Karena sebagaimana diketahui bahwa pada periode pertama pemerintahan Jokowi, menteri BUMN nya adalah Rini Soemarno. Pada saat Rini Soemarno menjadi menteri BUMN,  PDI-P sangat kesulitan untuk menurunkan Menteri Rini saat itu, yang selalu mangkir untuk memenuhi undangan DPR RI. Mangkirnya Menteri BUMN ke DPR RI saat itu dan tidak mampunya PDI-P untuk melengserkan Rini Soemarno bertahan sampai 5 (lima) tahun  pemerintahan Jokowi. 

Saat ini,  Menteri BUMN Erik Tohir banyak dikritik oleh publik karena kebijakan-kebijakannya yang dianggap kurang tepat. Salah satu pengkritiknya adalah  kader PDIP, Adian Napitupulu. Adian mempersoalkan beberapa kebijakan Erik Tohir yang mengangkat komisaris yang justeru dari partai politik lawan, dan kebijakan lainnya yang dilakkukan oleh menteri yang tidak tepat sasaran.

Kita tahu bahwa  Ahok saat ini menjabat sebagai  Komisaris Utama Pertamina, dan dulunya beliau  merupakan Gubernur DKI Jakarta. Saat memimpin Jakarta, Ahok pernah berkasus lantaran pidatonya yang kontroversial yang disampaikannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Dia didakwa dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut bunyi pasal tersebut :

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan : a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan,penyalahgunaan atau penodaan terhadap  suatu agama yang dianut di Indonesia".

Ahok dinyatakan oleh hakin telah menganggap surat Al-Maidah sebagai  alat untuk membohongi umat atau masyarakat. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim juga menyatakan Ahok telah meresahkan  dan menghina surat Al-Maidah ayat 51. Ancaman hukuman dari Pasal 156a  KUHP adalah 5 (lima) tahun penjara. Namun Ahok tidak divonis 5 (lima) tahun penjara, tapi  hakim memvonis Ahok dengan 2 (dua) tahun penjara.  Ahok pun langsung menerima putusan tersebut tanpa mengajukan banding. Saat menjalani hukuman, Ahok mendapatkan remisi atau pengurangan hukman selama 3 (tiga) bulan 15 hari.

Pada bagian lain, aturan hukum soal syarat menjadi  menteri tercantum dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam UU No. 39 Tahun 2008 itu tersebut menyatakan bahwa, menteri harus tidak pernah dipenjara karena melakukan tindakan yang diancam pidana5 (lima) tahun. Secara lengkap bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :

(2) Untuk dapat diangkat menteri, seseorang harus memenuhi persyarakat:
a.  warga negara Indonesia;

b.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c.  setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara    Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;

d.   sehat jasmani dan rohani;

f.    tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline