1. Latar Belakang
Masalah pemenuhan perumahan oleh negara kepada rakyat tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat 1. Pasal itu menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal yang sama juga terdapat dalam The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005. Keduanya menekankan tentang adanya kewajiban Pemerintah untuk pemenuhan tempat tinggal bagi rakyatnya.
Untuk memenuhi ketentuan dalam Pembukaan UUD dan Pasal UUD 45 serta konvensi internasional tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabunan Perumahan Rakyat (Tapera), dan UU tersebut disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 24 Maret 2016. Kemudian, tanggal 20 Mei 2020 lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Dalam pasal 5 PP No.25 Tahun 2020 dijelaskan bahwa mereka yang berpenghasilan paling sedikit sebesar UMR wajib menjadi peserta, dan peserta yang wajib membayar iuran Tapera adalah mereka yang telah berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar
Dalam Pasal 7 di PP 25 Tahun 2020 itu juga memuat ketentuan bahwa Pemerintah bakal memotong gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan Pegawai Swasta. Namun demikian, khusus untuk ASN, aturan ini berlaku mulai Januari 2021. Di tahap kedua, pekerja BUMN dan TNI-Polri wajib membayar iuran. Tahap ketiga, pekerja swasta, mandiri, hingga pekerja sektor informal akan menjadi sasaran.
Kepesertaan di Tapera akan berakhir setelah pekerja pensiun dan setelah itu dana simpanan dapat dicairkan. Besaran simpanan ditetapkan sebesar 3 (tiga) persen dari gaji atau upah peserta. Bagi peserta pekerja, maka iuran ditanggung bersama pemberi kerja atau perusahaan sebesar 0,5 persen. Sehingga, pekerja akan membayar 2,5 persen yang diperoleh dari pemotongan gaji.
Iuran Tapera akan dimanfaatkan dalam tiga hal, yakni pemupukan, pemanfaatan, dan dana cadangan. Untuk pemupukan, Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) akan menginvestasikan dana iuran ke sejumlah instrumen dengan skema kontrak investasi kolektif (KIK). Dana Tapera akan dikelola dengan model kontrak investasi. Simpanan peserta akan diinvestasikan di pasar modal maupun pasar uang dengan pola kontrak investasi.
2. Analisis dan Kritik
Kebijakan pemeritah soal Tapera terutama sejak lahirnya PP No. 25 Tahun 2020, mendapat protes keras dari kalangan pengusaha dan masyarakat, karena kebijakan ini dianggap semakin menambah beban pengeluaran jaminan sosial oleh para pengusaha terlebih saat terjadi pandemik Covid-19 saat ini.
Hal lain yang juga wajib dibayarkan bekaitan dengan jaminan sosial pekerja diantaranya BPJS Ketenagakerjaan; BPJS Kesehatan, dan lain-lain, yang menurut Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN) yang dikutip oleh Harian Kontan, 6 Juni 2020, besarannya mencapai 10 - 12 persen dari gaji pekerja. Bahkan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) dan Indonesia Property Watch (IPW) menolak kebijakan ini dan menegaskan bahwa Pemerintah tidak sepenuhnya mendengar aspirasi pengusaha dan pihak yang terkait lainnya.
Berikut ini data kewajiban pengeluaran yang harus dipenuhi oleh pengusaha dan pekerja, sebagai berikut :