Lihat ke Halaman Asli

W. Efect

Berusaha untuk menjadi penulis profesional

Selagi Masih Ada Kesempatan

Diperbarui: 12 April 2017   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebenarnya setiap orang tentu memiliki kenyakinan sendiri dalam menilai seseorang baik pria maupun wanita. Aku sendiri juga memiliki penilaian yang bersifat personal.

Bagiku menilai seorang wanita tidak sekedar terbuai kecantikan semata, tapi berusaha memahami sampai kelubuk hati dengan kata lain seorang bisa dikatakan cantik itu dari luar dan dalam. Bisa saling menerima terlebih masalah keterbatasan hidup.

Aku sadar kalau diriku ini memiliki banyak kekurangan, memiliki banyak keterbatasan.

Justru karena Asti memiliki kepribadian sebagaimana kuharapkan, disamping memiliki kesamaan pandangan tetapi ia juga dapat menerima diriku seperti apa adanya, semakin memacu minat untuk saling bertegur sapa, untuk saling berbagi pengalaman hidup.

Berhadapan dengan Asti, ada saja yang mesti ku perbincangkan. Keyakinanku semakin berkembang untuk selalu mengajak bersenda, apalagi menyinggung limpah karunia yang telah di berikan Tuhan pada Umat-Nya, barangkali begitulah, Asti seperti dikaruniakan Tuhan kepada diriku buat menoreh masa depan yang pasti bakal menjadi milik kami berdua. Begitulah kata hati ini setiap kali membuat kesimpulan pribadi.

Aku juga menyadari, segala makluk hidup dan yang mati sepenuhnya berada pada kekuasaan yang maha kuasa, kalau sudah begitu, harus ku telan pahit getirnya kehidupan ini. Kenyataan ini merupakan siklus baru, bahkan menjadi perdebatan batin sulit sekali diterjemahkan dalam, kehidupan sehari-hari.

Berulangkali Ibu memberikan arahan agar jangan terlalu tergelincir dalam pemikiran yang berkepanjangan tentang Asti.

“Pahamilah dari berbagai segi kehidupan Abi, bagaimanapun juga kamu harus bisa melupakan kenangan masa lalu terhadap Asti, yang ada adalah kehidupan baru, berdoalah pada Tuhan agar kekuatan doa dapat selalu membimbingmu dalam ketabahan, kesabaran dan kebenaran.”

Ku hela napas panjang, ku tatap roman wajah ibu, ada cerminan kebahagiaan, namun juga terselip  keprihatinan mendalam manakala memikirkan perjalanan hidupku akhir-akhir ini. Aku memang harus dapat menyadari sepenuhnya, walau sangat sulit kiranya membuang jauh-jauh kenangan peristiwa di masa lalu.

Ibu diam saja, kerut didahinya makin menambah keriput wajah tampak jelas. Iapun melangkah perlahan keruang dalam. Aku masih berusaha untuk memahami suasana jiwaku, walau tetap masih kesulitan.

Aku tertunduk lesu, sesekali juga menghela napas panjang atau mendesah. Kupandangi langit makin kelabu ditingkahi awan mengambang, bergerak perlahan seakan hendak jatuh kebumi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline