Lihat ke Halaman Asli

Efatha F Borromeu Duarte

@Malleumiustitiaeinsitute

Revisi UU Polri: Haruskah Kita Khawatir?

Diperbarui: 15 Juli 2024   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo Polri. (ANTARA/HO.)

Halo Sobat Kompasiana!

Setelah saya mengikuti dengan seksama beberapa argumen media sosial, kajian akademis dan uji publik UU Polri ini maka tulisan ini dirasa perlu dibaca untuk menjadi refleksi bersama. Menariknya ialah revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) telah memicu kekhawatiran di berbagai kalangan. Banyak yang menganggap perubahan ini memberikan kewenangan terlalu besar kepada kepolisian, yang dapat mengancam kebebasan sipil dan prinsip demokrasi. 

Dengan kewenangan diperluas untuk menyadap komunikasi, mengontrol akses ruang siber, dan meningkatkan pengawasan, apakah Indonesia sedang bergerak menuju negara dengan pengawasan total? Kajian ini ini bertujuan menilai implikasi revisi UU Polri, mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan sipil, dan mengkaji pengelolaan kepolisian di negara lain sebagai bahan perbandingan. Mari kita simak!

Pasal-Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Revisi UU Polri

1. Penyadapan
- Pasal 14 Ayat 1 Huruf O: "Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai penyadapan."
- Masalah: Indonesia belum memiliki undang-undang khusus penyadapan, sehingga potensi penyalahgunaan kewenangan sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan dibandingkan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memerlukan izin penyadapan.

2. Kontrol Ruang Siber
- Pasal 16 Ayat 1 Huruf Q: "Melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri."
- Masalah: Polri dapat mengontrol akses internet, membatasi kebebasan berpendapat, dan meredam protes.

3. Deteksi Dini dan Pengawasan Orang Asing
- Pasal 16A Huruf D: "Melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan ancaman termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing guna mengamankan kepentingan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia."
- Masalah: Potensi mengintimidasi aktivis atau jurnalis asing yang kritis terhadap pemerintah, mengancam kebebasan berekspresi.

4. Pengumpulan Informasi
- Pasal 16B Ayat 1: "Pengumpulan informasi dalam tugas Intelkam Polri meliputi: a. permintaan bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya; b. pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi."
- Masalah: Kewenangan luas ini bisa tumpang tindih dengan lembaga lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta berpotensi disalahgunakan.

5. Kewenangan Tidak Terbatas
- Pasal 14 Ayat 1 Huruf P: "Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
- Masalah: Pasal ini membuka ruang bagi Polri untuk memperluas kewenangannya tanpa batasan jelas, berpotensi menjadi lembaga superbody tanpa kontrol memadai.

Menerka Alasan Revisi UU Polri dalam Geopolitik Dunia

1. Menghadapi Ancaman Global

- Keamanan Nasional: Di tengah ketegangan geopolitik, ancaman terorisme, dan konflik regional, revisi UU Polri dirancang untuk memperkuat kemampuan Polri dalam menghadapi ancaman global, ini sangat adaptif. Misalnya, peningkatan kewenangan dalam penyadapan dan pengawasan siber bertujuan untuk mencegah dan mengatasi ancaman dari kelompok teroris dan jaringan kriminal internasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline