Lihat ke Halaman Asli

Efa Butar butar

TERVERIFIKASI

Content Writer

Menyambut Era YONO, Gaya Hidup Hemat, Lingkungan Lebih Sehat

Diperbarui: 12 Januari 2025   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokpri - Diolah dengan Canva

YOLO atau You Only Live Once yang dalam Bahasa Indonesia bermakna Kamu Hanya Hidup Sekali adalah sebuah istilah yang banyak digunakan oleh kalangan millenial dan banyak pula berseliweran di sosial media.

Di Tiktok misalnya, YOLO bahkan jadi tren dimana anak-anak muda membuat keputusan yang lebih mengutamakan kebebasan, kesenangan, gaya hidup yang merdeka, serta terkesan bodo amat dengan keputusan yang diambil tersebut selama mereka merasakan kebahagiaan.

Misalnya saja, seorang Kreator Konten Tiktok yang sudah resign selama dua minggu dan belum mendapatkan pekerjaan pengganti, melihat sepasang sepatu yang dari sisi finansial ia sadar betul bahwa bukan waktu yang tepat baginya untuk membeli produk dengan harga selangit tersebut.

Namun dengan kesadaran penuh pula, mengandalkan YOLO dan keinginan hatinya terhadap produk yang sudah lama ia pendam itu, Kreator Konten tersebut tetap memutuskan membelinya. 

Padahal, ada risiko di balik keputusan tersebut, yakni finansial yang kurang stabil dan mungkin akan berantakan jika dalam rentang waktu tertentu, Kreator Konten tersebut belum mendapatkan penghasilan lain untuk menggantikan penghasilannya yang sudah berhenti sepenuhnya.

Namun atas nama kebahagiaan, ia tetap memutuskan membeli sepasang sepatu tersebut. 

Mengenal YOLO

Dilansir dari Kompas.com, YOLO pertama kali muncul dan populer ketika digunakan oleh artis musik hip hop Kanada, Drake, melalui lagunya yang berjudul "The Motto". Ia kemudian memperkenalkan istilah tersebut lewat akun Twitternya (Yang kini bernama X), lalu tagar YOLO membanjiri Twitter seharian setelah unggahan tersebut. 

Sejak saat itu, istilah tersebut bertransformasi menjadi slogan yang digunakan oleh Millenial yang menurut buku YOLO: Exploring the Cultural Salience of Twitter (2014) menjadi moto hidup dan budaya di kalangan anak muda Amerika tahun 2011-2012 dan kerap dikaitkan dengan menikmati hidup yang maksimal dan bebas.

Sayangnya, meski mendapatkan kebahagiaan sesaat, keputusan hidup mengandalkan YOLO terbilang berbahaya untuk masa depan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline