Lihat ke Halaman Asli

Efa Butar butar

TERVERIFIKASI

Content Writer

Dilan dan Kembalinya Kenangan di Masa SMA

Diperbarui: 25 Februari 2019   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dokpri

Dilan kembali hadir ke tengah-tengah masyarakat Indonesia masih dengan pesonanya yang slengekan namun khas ala dirinya sendiri.

Meski hingga kini Dilan asli masih terus menjadi misteri, Iqbal yang mengambil alih semua perannya menurutku cukup berhasil mewakili isi novel yang digoreskan Pidi Baiq. Dan munculnya mereka di tengah-tengah masyarakat mau tak mau menarik kembali seluruh penonton yang sudah melalui masa remajanya ke masa-masa di mana peristiwa yang kurang lebih sama pernah terjadi tapi dengan versinya masing-masing.

Berbicara tentang masa SMA itu tidak pernah ada habisnya ya. Banyak orang mengamini bahwa masa-masa SMA adalah masa yang paling indah, meski mungkin bagi beberapa, masa-masa tersebut adalah masa suram karena kerap mendapatkan perlakuan tak layak dari teman sesama siswa atau mungkin dari gurunya sendiri. Baik itu bully-an, atau karena paksaan sebuah mata pelajaran yang tak disukai hingga harus melepas organisasi yang menurutnya jauh lebih menarik.

Kenangan Masa SMA

Sedikit cerita tentang masa SMA-ku dulu yang sampai sekarang tidak akan pernah bisa lupa. Untuk mata pelajaran Matematika, sesulit apapun, aku selalu berhasil menguasai 1 atau 2 topik pelajaran untuk kubawa pulang dan dijadikan modal untuk pertemuan berikutnya. Kasarnya sih, ya ngga goblok-goblok amatlah.

Sampai akhirnya kelasku dipertemukan dengan guru Matematika yang sangat tak bersahabat. Pak Donald namanya. Baru kali itu aku merasakan sangat-sangat ingin berontak dan melawan guru. Sialnya lagi, Beliau jadi wali kelas kami. Jadilah sejak itu Matematika jadi pelajaran yang kukutuk di dalam hatiku. Semudah apapun teman-temanku menerima pelajaran itu, aku memutuskan untuk dikeluarkan atau ditahan di depan kelas. Pernah satu waktu, penggaris kayu sepanjang 100 Cm mendarat di betisku hingga patah. Aku tak peduli dan aku sungguh tak pernah menyukai Beliau.

Beruntung sekali anak-anak sekarang yang tak boleh tersentuh oleh guru. Sedikit-sedikit mengadu. Sedikit-sedikit melaporkan. Dulu? Boro-boro! Kalau salah ya salah saja. Kalau kena omelan guru, biasanya orang tua tidak mau menerima alasan kita. Justeru sebaliknya, orang tua akan ikut mendesak untuk meminta maaf.

Kembali tentang Pak Donald (Aku selalu memanggilnya si Bebek. Hehehe). Meski benci, beberapa teman satu kelas yang peduli padanya mengingat hari ulang tahunnya dan aku tetap berkontribusi. Sampai hari itu tiba, kami -- lebih tepatnya mereka -- berniat untuk membelikan kue ulang tahun dan kado sederhana untuk Beliau -- Kalau ngga salah, kelas memutuskan untuk membelikannya sebuah jam tangan. -- Ya, sedikit kenanganlah dari siswa-siswinya.

Begitu Beliau masuk, lagu selamat ulang tahun kami lantunkan tulus. Beberapa anak lelaki menabuh meja untuk memeriahkan suasana. Kamu tahu apa respon Beliau?

"Buang itu! Buang! Selamat ulang tahun selamat ulang tahun! Ngga ada ulang tahun ulang tahun! Mana PR kalian!"

Maksudnya tart yang kami siapin itu dibuang saja. Jangankan meniup lilin ang telah kami nyalakan, Beliau sama sekali ngga sentuh dan ngga mau menerima hadiah yang telah kami siapkan. Hahahaha. Dan seisi kelas hanya diam, saling menatap, bingung dan kaget dengan respon dari Sang Wali kelas. Hahahaha. Disuruh buang lho, aku ngga jajan 2 hari buat ngumpulin sanguan itu! Hahahha.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline