Bertanya pada Google Di era digital, tak ada pertanyaan yang tak bisa dijawab. Mulai dari melipat pakaian dengan waktu yang lebih efisien, hingga cara melahirkan sendiri bagi wanita yang hamil namun tak mengkehendaki kehadiran janinnya. Semua ada jawaban, kecuali jawaban dari hati kamu. Eh, apaan, sih?
Mencari tahu data diri seorang public figure tentu adalah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak sekali media yang beramai-ramai mencari tahu tentang mereka dan menuliskan apapun mengenai mereka. Baik itu hal baik, maupun perihal buruk yang sengaja atau tidak sengaja mereka lakukan. Apapun tingkah lakunya, mereka akan menjadi santapan media untuk terus dibahas.
Dalam nasihatnya, orang bijak berkata, "gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama."
Bermodalkan kalimat di atas, iseng-iseng, saya buka google dan mengetik nama saya di sana. Saya ingin tau apa yang akan orang lain (orang yang sama sekali tidak kenal saya) tebak tentang saya saat melihat nama saya di google.
Untuk apa? Tidak ada tujuan khusus sebenarnya. Hanya sekadar menjawab penasaran apa yang akan google tampilkan tentang diri saya. Sama seperti orang lain yang ingin tahu tentang saya. Alasan lain adalah, saya ingin tahu jejak apa yang telah saya tinggalkan di dunia digital.
Rasa penasaran saya terjawab sudah. Posisi paling atas tentu diarahkan ke facebook. Hal lain yang saya syukuri adalah bahwa ternyata saya telah sedikit berkontribusi. Ikut meninggalkan jejak baik melalui berbagai tulisan tentang pikiran saya dan pendapat saya mengenai sesuatu hal yang saya tulis di Kompasiana serta beberapa karya yang telah dicetak oleh beberapa penerbit indie.
Iseng-iseng saya cari dibagian "image", ada satu rupa saya di sana. Selainnya, foto-foto wanita dengan dandanan ala ala 80-90an. Haha. Biarlah, saya pikir, satupun cukup mewakili.
Meski tulisan sederhana yang tidak sempurna, saya pikir akan selalu ada makna di balik sebuah tulisan. Ada pelajaran, tips, atau sekedar cerita pengantar tidur (yang sebenarnya, jika diteliti juga mengandung makna-makna tersirat dari setiap lembaran ceritanya).
Ngapain, sih? Pamer gitu? Oh tentu tidak. Saya bukan apa-apa dibanding teman-teman lain yang tulisannya sudah mengembara hingga ke mancanegara.
Saya pernah membaca satu tulisan yang mengatakan, "Menulislah! Kisah dan pengalaman hidupmu terlalu berharga untuk terkubur bersama ragamu yang mati. Biarkan kekal dan abadi bersama lembaran-lembaran yang tak kan hilang oleh mereka yang membaca."
Tidak ada yang tau umur manusia, tak ada yang kekal, tak ada yang abadi. Setidaknya, jika kelak saya berpulang, saya tahu ada sesuatu dari diri saya yang tidak akan pernah ikut terkubur, yaitu pengalaman dalam tulisan.