Lihat ke Halaman Asli

Een Nuraeni

Mahasiswa- Fakultas Hukum/Universitas Singaperbangsa Karawang

Pemerintah Daerah Terlibat Korupsi dan Kesempatan Kedua, Apa Kata Undang-Undang?

Diperbarui: 16 September 2024   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest, Tipikor

Polemik terkait mantan narapidana eks koruptor maju sebagai calon legislatif atau pemerintah daerah masih menjadi perdebatan diantara masyarakat awam pasalnya masyarakat merasa takut dan ragu untuk memilih mereka, menurut logika paling dasar, masyarakat awam akan kecewa dengan kemunculan fenomena ajaib tersebut. Bagaimana tidak ajaib jika Indonesia yang sedang berusaha memberantas virus korupsi tiba-tiba disusupi oleh mantan koruptor yang merasa tidak bersalah dan ingin kembali berperan sebagai wakil rakyat.

Awalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri melalui Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, Pasal 7 ayat 1 (g), melarang orang-orang yang pernah dihukum karena tindak pidana korupsi, serta orang-orang yang pernah dihukum karena kasus narkoba, dan seks ikut dalam pencalonan.

Namun aturan tersebut kemudian diuji secara khusus di Mahkamah Agung (MA) dan diputuskan bahwa aturan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 240 ayat 1 (g), yang memperbolehkan mantan narapidana mendapatkan izin untuk mencalonkan diri dengan ketentuan yang bersangkutan telah menyatakan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana eks koruptor.

Pasca putusan MA tersebut, KPU mengeluarkan PKPU Nomor 31 Tahun 2018 dimana pada Pasal 45 a menyebut caleg koruptor diperbolehkan mencalonkan dalam pemilu legislatif asal melakukan pengumumkan secara terbuka kepada publik. 

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang tidak berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah mereka yang telah divonis bersalah menurut putusan pengadilan. Namun apabila seorang mantan narapidana telah menyatakan secara terbuka dan sebenar-benarnya kepada masyarakat bahwa dirinya adalah mantan narapidana, maka ia dapat mencalonkan diri.

Akan tetapi dalam tahap final kebijakan dikembalikan kepada masyarakat, masyarakat harus bisa bepikir lebih kritis, logis dan selektif untuk memilih para calon yang lebih unggul dan berpotensi bisa menjadi pemimpin yang baik dan kompeten,  jika memang orang tersebut dirasa kurang kompeten dan memiliki rekam jejak yang tidak baik, tentu saja sebagai masyarakat jangan mau dibodohi, meskipun dengan sebuah iming-iming atau kampanye berkedok memberikan sejumlah uang kepada Masyarakat sebagai sogokan agar Masyarakat memilih dirinya di pemilu nanti. Sebab siapapun calonnya hanya masyarakatlah yang jadi penentu siapa yang akan menang dalam suatu Pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline