Nenek Amnah, berusia sekitar 80 tahun dan hidup sebatang kara. Beliau tinggal puluhan tahun di gubug reyot miliknya yang sudah miring dan bolong di banyak tempat. Harta satu satunya yang beliau miliki di dunia ini. Tempat berteduh dan saksi tangis pilu nya selama ini.
Suaminya meninggal sudah lama dan ketiga anaknya juga meinggal di usia sangat muda. Kerabat satu-satunya yang dimiliki juga tidak cukup dekat dengan beliau.
Beliau benar-benar tidak memiliki tempat untuk mengadu selama ini. Semua rasa sedih, rasa sakit, rasa sepi bahkan kadang rasa lapar beliau rasakan seorang diri.
Kami mengenal beliau belum lama, berbekal informasi dari temannya teman kami menemui beliau di ramadhan kemarin mengantarkan paket sembako lebaran titipan donatur.
Melihat langsung kondisinya, mendengar langsung penuturan beliau yang sangat polos dan semangat sekali bercerita, membuat hati siapapun pasti terenyuh.
Tidak terhitung berapa kali beliau jatuh pinsan dan sakit seorang diri di rumahnya tanpa ada orang yang merawat. Meski pembicaraan kami lebih sering satu arah, yaitu hanya mendengarkan beliau bercerita rasanya sudah menyenangkan.
Bukan karena tidak ingin bertanya, tapi karena memang sulit sekali untuk bertanya. Pendengaran beliau sudah sangat kurang. Sangat sulit berkomunikasi atau bertanya, mungkin pendengarannya hanya 5% saja. Tapi Nenek tidak pernah kehabisan topik untuk bercerita, sangat semangat meski bicaranya pelan.
Mungkin selama ini, jarang atau bahkan tidak pernah ada yang sukarela datang dan duduk lama untuk sekedar mendengarkan ceritanya dan keinginan-keinginan sederhana beliau.
Beliau normal dan mempunyai keinginan seperti kebanyakan orang. Namun bedanya, tidak ada tempat untuk mengatakan keinginan itu. Tidak ada orang yang menanyakan keluhan dan keinginan Nenek Amnah selama ini.
Keinginan pertama Nenek Amanah adalah punya sendal tapi yang tidak licin katanya. Kami hanya tersenyum mendengarnya. Beliau mengatakannya dengan malu-malu dan sangat polos. Mungkin ini kali pertama ada orang menanyakan keinginan beliau. Kebanyakan hanya memberi tanpa bertanya.
Sebelum pamit, kami ijin untuk memfoto beliau seorang diri sebagai dokumentasi laporan ke donatur. Tiba-tiba beliau sibuk mencari kerudungnya dan merapihkan diri biar rapih saat "Dikodak (di foto)" katanya.