Lihat ke Halaman Asli

Een Nuraeni

pekerja sosial

Perjuangan untuk Pendidikan Anak di Pandeglang

Diperbarui: 7 Maret 2018   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Beberapa  relawan dari Aliansi Remaja Kreatif (AREK), Yayasan Hidayatul Mubtadien (YAPIHIM), Sedekah Seribu Sehari Banten (S3 Banten), Ketimbang Ngemis Pandeglang (KNP), Pandeglang Care Movement (PCM) dan Tebar Alat Tulis (Teralis) Jakarta, mengunjugi salah satu sekolah terpencil di Kampung Cikaret Desa Sukamulya Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang, Sabtu (03/03/2018). 

Dokumentasi Pribadi

Untuk sampai ke lokasi harus berjalan sejauh 3 km dikarenakan tidak ada akses bagi kendaraan roda empat dan cukup kaget ketika harus melewati jembatan gantung yang  extream.

MI Al-Kallam merupakan salah satu sekolah setingkat sekolah dasar yang didirikan secara swadaya oleh Bapak Haerudin bersama masyarakat Kampung Cikaret. Awal berdiri tahun 1997 sekolah ini merupakan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) atau yang sering kita sebut dengan sekolah agama dibawah naungan Yayasan JIMS.

Namun karena beberapa kondisi sekolah MDA tidak lagi beroprasi. Hingga akhirnya pada tahun 2011 didirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Kallam karena besarnya kebutuhan anak-anak untuk sekolah, sedangkan jarak dari kampung Cikaret ke Sekolah Dasar Negeri Sukamulya I cukup jauh (3km) dan harus melewati jembatan gantung yang berbahaya karena kondisinya sudah tidak layak.

Dokumentasi Pribadi

Dokumentasi Pribadi

Sekolah ini hanya memiliki 3  kelas yaitu 2 bangunan kelas yang dulu merupakan MDA dan 1 kelas darurat yang dibangun swadaya oleh masyarakat. Proses belajar dilakukan dengan cara bergantian, yaitu pukul 08.00-10.00  untuk kls 1-3 dan pukul 10.00-13.00 untuk kelas 4-6.

Saat ini jumlah siswa di MI Al Kallam sebanyak 97 orang yang berasal dari 7 Rt terdekat. Jumlah yang tidak sedikit untuk sekolah dengan kondisi yang tidak memiliki fasilitas memadai untuk menunjang proses belajar mengajar. Meskipun demikian, sekolah tersebut tetap beroprasi demi memenuhi hak dasar anak yaitu pendidikan.

Dokumentasi Pribadi

Pengajar disana memiliki semangat juang yang patut untuk kita apresiasi,  karena mereka terbiasa mendidik meski jarang atau tanpa bayaran sekalipun. Siswa-siswi di MI Al Kallam tidak pernah dipungut biaya SPP atau iuran lainnya. 

"Nggak ada teh, gratis yang penting anak-anak mau belajar teh" ujar Riska salah seorang pengajar saat ditanya soal hal tersebut. 

Dan menurutnya sekolah ini juga belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah maupun dari kementrian agama.

Pengajar di sekolah tersebut berjumlah 7 orang dan sebagian besar bukan merupakan wagra Cikaret, sehingga mereka setiap hari juga harus menempuh perjalanan panjang untuk menuju sekolah.

"Pas itu hujan deras tapi tetap harus ke sekolah karena kalau tidak ke sekolah anak-anak nggak ada yang ngajar , soalnya gurunya pendatang semua... Udah jalan kaki beberapa kilo meter pas nyampe jembatan yang roboh kena banjir tidak bisa di lewati, akhirnya memutar jalan ke jembatan gantung itu" cerita salah seorang pengajar MI Al Kallam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline