Dilansir dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Hadi Tjahjanto, mengenai pentingnya pembentukan Angkatan Siber sebagai matra keempat dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), dikatakan bahwa Angkatan Siber akan melengkapi matra yang sudah ada: Angkatan Udara, Angkatan Darat, dan Angkatan Laut. Beliau juga menyoroti perubahan sifat peperangan yang kini mencakup perang siber, di mana mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan publik menjadi sangat penting.
Hal ini tentu saja menarik , tampaknya topik keamanan siber mendapatkan fokus yang jauh lebih besar dari yang sebelumnya. Pada tulisan saya kali ini, saya akan mencoba menuliskan opini saya terkait hal ini.
Saya berpikir mungkin saja yang dimaksudkan dengan pembentukan Matra ke 4 ini memiliki kedekatan dengan konsep Cyber Army Nation State yang secara definitif merujuk kepada unit atau kelompok yang dibentuk oleh suatu negara untuk melaksanakan operasi siber ofensif dan defensif sebagai bagian dari strategi keamanan nasional.
Umumnya unit ini terdiri dari para ahli keamanan siber yang terlatih untuk melindungi infrastruktur digital negara tersebut, serta melakukan serangan siber terhadap target yang dianggap sebagai ancaman. Tugas mereka dapat mencakup berbagai aktivitas seperti spionase siber, sabotase, dan propaganda, dengan tujuan melindungi kepentingan nasional dan memperoleh keunggulan strategis di ranah digital. Jamaknya Cyber Army sering kali beroperasi di bawah naungan militer atau badan intelijen negara, dan menjadi bagian integral dari strategi pertahanan modern.
Di seluruh dunia, tercatat beberapa negara yang diketahui memiliki unit atau organisasi cyber army sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional mereka antara lain:
- Amerika Serikat: Memiliki U.S. Cyber Command yang merupakan bagian dari Departemen Pertahanan.
- Rusia: Dikenal dengan berbagai unit siber yang beroperasi di bawah badan intelijen seperti FSB dan GRU.
- China: Memiliki unit siber yang beroperasi di bawah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
- Korea Utara: Dikenal dengan unit siber elit seperti Unit 121.
- Iran: Memiliki kelompok siber yang beroperasi di bawah Garda Revolusi Iran.
- Israel: Memiliki Unit 8200 yang merupakan bagian dari Pasukan Pertahanan Israel.
- Inggris: Memiliki National Cyber Force yang bekerja sama dengan GCHQ dan Kementerian Pertahanan.
Negara-negara ini mengembangkan kemampuan siber mereka untuk melindungi infrastruktur nasional, serta untuk tujuan ofensif dan defensif dalam konteks keamanan global. Tentunya pembentukan unit cyber army oleh negara-negara memiliki beberapa urgensi dan alasan penting, antara lain:
- Perlindungan Infrastruktur Kritis: Infrastruktur penting seperti jaringan listrik, sistem perbankan, dan komunikasi sangat rentan terhadap serangan siber. Unit ini dibentuk untuk melindungi aset-aset vital tersebut dari potensi ancaman.
- Keamanan Nasional: Dalam era digital, ancaman siber dapat berdampak langsung pada keamanan nasional. Cyber army membantu mendeteksi dan menanggulangi ancaman yang dapat membahayakan kedaulatan dan stabilitas negara.
- Spionase dan Intelijen: Negara-negara menggunakan operasi siber untuk mengumpulkan intelijen dan informasi berharga dari negara lain. Unit ini memainkan peran kunci dalam kegiatan spionase modern.
- Deterrence (Pencegahan): Dengan memiliki kemampuan siber yang kuat, negara dapat mencegah serangan dari aktor-aktor jahat dengan menunjukkan bahwa mereka siap dan mampu merespons setiap ancaman.
- Pengaruh Geopolitik: Operasi siber memungkinkan negara untuk menjalankan kebijakan luar negeri dan mempengaruhi dinamika geopolitik tanpa harus terlibat dalam konflik fisik.
- Respon Cepat terhadap Insiden: Cyber army memungkinkan negara untuk merespons dengan cepat dan efektif terhadap insiden siber, meminimalkan kerugian dan memastikan pemulihan yang cepat.
- Inovasi dan Pengembangan Teknologi: Mengembangkan kemampuan siber mendorong inovasi dan kemajuan teknologi yang dapat bermanfaat untuk sektor-sektor lain dalam perekonomian negara.
Dengan urgensi-urgensi ini, banyak negara menganggap pembentukan dan pengembangan unit cyber army sebagai prioritas strategis dalam menghadapi tantangan keamanan di abad ke-21.
Bagaimana dengan Indonesia ? Apakah kita memang sudah perlu Cyber Army ? Indonesia, seperti banyak negara di seluruh dunia, menghadapi berbagai ancaman siber yang dapat mempengaruhi keamanan dan stabilitas nasional. Salah satu ancaman yang sering muncul adalah serangan malware dan ransomware. Jenis serangan ini dapat menginfeksi sistem komputer, mengenkripsi data, dan kemudian menuntut tebusan untuk pemulihan. Serangan ransomware, khususnya, telah meningkat secara global dan dapat menargetkan berbagai sektor, termasuk pemerintahan dan bisnis.
Selain itu, ancaman phishing juga menjadi perhatian utama. Teknik ini digunakan untuk mencuri informasi sensitif seperti username, password, dan data kartu kredit dengan menyamar sebagai entitas tepercaya dalam komunikasi elektronik. Serangan Distributed Denial of Service (DDoS) juga sering terjadi, di mana layanan online dibuat tidak tersedia dengan membanjiri server dengan lalu lintas yang berlebihan, mengganggu operasi bisnis dan layanan publik.
Pencurian data adalah ancaman lain yang signifikan, melibatkan upaya untuk mencuri data pribadi dan sensitif dari individu, bisnis, atau pemerintah. Data yang dicuri ini sering digunakan untuk tujuan kriminal atau spionase. Spionase siber sendiri melibatkan pengumpulan informasi rahasia dari pemerintah atau perusahaan untuk keuntungan politik atau ekonomi oleh aktor negara atau non-negara.
Defacement website, di mana peretas mengubah tampilan situs web untuk menyampaikan pesan politik atau ideologi, juga sering terjadi. Selain itu, ancaman insider yang berasal dari karyawan atau pihak internal yang memiliki akses ke sistem dan data sensitif dapat disalahgunakan untuk tujuan pribadi atau jahat.