Seharian penulis keluyuran ke beberapa ruas jalan ibu kota. Wuih, sungguh kaget bukan kepalang. Suasana jalan raya, termasuk ruas tol Cawang – Grogol, sepi banget. Jika kita nongkrong di pinggir jalan tersebut, dapat dipastikan kita dapat menghitung jumlah mobil yang melintas dengan jari tangan.
Puluhan polisi lalu lintas bergerombol di persimpangan putaran Jalan Semanggi. Entah apa yang dibicarakan. Nampaknya mereka punya tugas khusus, mengencegat mobil pribadi berputar ke arah Jalan Sudirman. Boleh jadi, itu punya kaitan dengan membendung masuknya virus Corona melalui kontak fisik antarorang.
Pada hari Minggu (5/4/2020) kemarin, sungguh suasana lalu lintas di Jakarta seperti pada saat-saat perayaan Idul Fitri. Lalu lintas Jakarta sepi lantaran sebagian warganya hengkang, mudik ke kampung halamannya masing-masing.
Mengendarai mobil terasa tengah melintas di jalan raya luar negeri. Tanpa macet dan ribet. Bisa berkecepatan 120 km per jam. Masih bisa di atas kecepatan itu, tapi ya harus memperhatikan kesehatan mobil itu sendiri seperti kondisi ban dan rem. Boleh ngebut tapi perhitungkan kondisi mobil sendiri. Utamakan keselamatan.
Maksud penulis pada hari itu keluyuran selain ingin merekam kondisi Jakarta, juga ingin mendapat cerita tentang tanggapan beberapa rekan seputar Covid-19. Itu bukan berarti mengabaikan atau tidak mengindahkan anjuran diam di rumah. Tujuannya hanya satu, yaitu ingin menyaksikan apa yang sudah dilakukan warga kota ini dalam memerangi Covid-19.
Syukurlah. Akhirnya penulis mendapati cerita dari beberapa orang, anggota famili yang kebetulan berkompetensi dalam bidang kesehatan. Salah satunya, Mbak Susy, yang punya pengalaman membantu para pasien di rumah sakit.
Mengawali obrolan tentang Covid-19, di hadapan anggoa keluarga, ia mengajak kita, semua, untuk merenungkan dan melihat peristiwa wabah virus yang menggegerkan publik. Bahkan serangan virus tersebut di kemudian hari menyebar ke berbagai negara, sama seperti kondisi sekarang dengan Covid-19.
Munculnya virus sepertinya punya siklus tersendiri. Hehehe... seperti musim banjir saja. Ada banjir di Jakarta disebut banjir lima tahunan dan banjir 10 tahunan. Gitu sih maksudnya.
Nah, kalau virus corona itu masuk siklus tahunankah?
Bisa jadi Covid-19 termasuk pemunculannya masuk pada siklus 100 tahunan. Untuk ini, bisa dilihat dari sejarah wabah di Eropa dan beberapa negara lain.
Memang, dari beberapa catatan sejarah terungkap wabah atau pendemi yang mematikan setiap 100 tahun sekali. Di antaranya wabah Marseille (1720). Wabah ini dikenal dengan penyakit Pes dan The Great Plague of Marseille terjadi pada tahun 1720 di kota Marseille Prancis.