Pengajian pada Selasa pagi (31/03/2020) terasa lebih seru dibanding sebelumnya. Mengapa?
Ya, lantaran tadabur Alquran dikaitkan dengan kajian ibadah seperti shalat lima waktu dan aktivitas ibadah lainnya di masjid. Kita tahu bahwa fungsi masjid sejak zaman bahuela hingga kini masih sebagai tempat pembinaan, pemberian nasihat, dan pengajaran kepada umat Islam, baik yang berbasis ilmu agama maupun ilmu umum.
Kita pun sering mendengar para petinggi negeri mengeluarkan imbauan untuk memakmurkan masjid. Dasarnya adalah "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS. At-Taubah [9]: 18).
Masih banyak ayat Alquran yang mengajak umat untuk memaksimalkan fungsi masjid.
Menariknya, ketika kajian berlangsung, sang ustaz - yang tak mau disebut jatidirinya itu -- mengangkat prihal larangan shalat Jumat. Yang namanya disebut shalat Jumat, ya tentu diikuti banyak orang. Sekurangnya -- menurut panduan dari para ulama -- agar shalat tersebut sah diperlukan anggota jemaahnya 40 orang.
Jumlah sebanyak itu jika kita mengikuti madzhab Syafiiyah seperti dikemukakan Imam Nawawi. Tegasnya, tidak sah jumatan kecuali dihadiri 40 lelaki yang telah baligh, berakal, merdeka, menetap di sebuah kampung atau kota yang di sana dilaksanakan jumatan, dan tidak nomaden. (al-Majmu', 4/502).
Namun ada pandangan ulama lain bahwa shalat Jumat baru sah jika diikuti berjumlah 12 orang. Kurang dari itu, shalat Jumat tak sah.
Lepas dari perbedaan itu, yang jelas, Jumatan diikuti banyak orang.
Menariknya, pembicaraan menjadi tambah "hangat" lantaran pak ustaz bercerita bahwa baru-baru ini kediamannya didatangi Pak Lurah dan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan anggota kepolisian setempat.
Kedatangan aparat pelindung rakyat tersebut sebagai ajang silaturahim. Tentu, tak sekedar itu. Substansinya ialah mendiskusikan tentang shalat Jumat. Pekan lalu, penyelenggaraan shalat tersebut tetap berlangsung di masjid. Tidak seperti Istiqlal, masjid negara.
Sepertinya pak ustaz "ditegur" lantaran tak mengindahkan imbauan pemerintah agar shalat Jumat untuk sementara ditiadakan. Pasalnya, kita maklum, kini di semua negara tengah terjangkit virus corona, termasuk Indonesia.