Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Pernahkah Kasus Nikah Mut'ah Digelar di Pengadilan (Agama)?

Diperbarui: 19 Februari 2020   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ijab kabul nikah mut'ah. Foto | Tribunnews.com

Perhatikan ijab kabul nikah kontrak (mut'ah) kata dan tata kalimatnya di bawah ini. Pelototi dengan baik karena dari sini bisa terlihat betapa terhinanya kaum hawa diperlakukan.

Di suatu lokasi tersembunyi seorang lelaki melakukan akad nikah dengan ijab kabul sebagai berikut, "Aku menikahimu selama satu bulan (setahun)." Kemudian, perempuan itu menjawab, "Aku terima."

Maka masa nikah suami-istri yang mengangkat ijab kabul di hadapan penghulu tadi akan berakhir dalam waktu sesuai dengan ijab kabul tersebut.

Pertanyaannya, adakah di Tanah Air dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kementerian Agama (Kemenag) menyediakan penghulu untuk akad nikah mut'ah?

Jika jawabannya iya, bisa jadi Kemenag ikut melegalkan nikah mut'ah. Karena dilegalkan, maka tentunya pernikahan yang waktunya ditetapkan tadi harus tercatat. Namun bila Kemenag tak menyediakan penghulu, kita pun bisa mengambil kesimpulan bahwa pernikahan itu ilegal.

Lantas, dari mana para penghulu di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, didatangkan?

Sudah tentu orang yang bertindak sebagai penghulu adalah oknum yang menjual ayat dan menghalalkan sesuatu apa yang diharamkan agama. Para penghulu gadungan ini disiapkan panitia khusus, termasuk menyiapkan perempuannya.

Diwartakan, Polres Bogor menangkap empat pelaku dan enam korban praktik kawin kontrak di kawasan Puncak. Orang-orang yang terlibat kawin mut'ah alias kontrak itu kebanyakan memiliki kontak person dengan para mucikari yang menguasai Bahasa Arab.

Kebanyakan di antara mucikari itu adalah mantan tenaga kerja di Timur Tengah. Nah, melalui merekalah para tamu dari Timur Tengah itu ditawari untuk melakukan kawin kontrak dengan perempuan asli Indonesia.

Para muncikari yang kebanyakan berporfesi sebagai sopir itu juga menawari tamunya beberapa wanita melalui aplikasi WhatsApp (WA).

Bupati Bogor Ade Yasin membenarkan enam desa di kawasan Puncak kerap dijadikan lokasi kawin kontrak. Dari hasil penelitian Pemerintah Kabupaten Bogor, didapati tarif kawin kontrak di enam desa tersebut mulai dari Rp5 juta sampai Rp20 juta. Rentang waktu kontrak mulai dari satu hingga dua bulan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline