Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Takut Tunaikan Ibadah Haji Karena Mitos?

Diperbarui: 18 Februari 2020   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Masjidil Haram. Foto | Dokpri

Di kalangan umat Islam, masih banyak alasan untuk tidak menyegerakan menunaikan ibadah haji meski dari sisi usia masih muda dan secara fisik dan finansial sangat mendukung bagi yang bersangkutan.

Untuk menunaikan haji, memang ada ketentuan, yaitu seseorang muslim harus memenuhi persyaratan kemampuan (istithaah).

Para ulama sepakat bahwa Istithaah dapat dimaknai sebagai memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji, yang meliputi kemampuan materi, kendaraan, keamanan, bekal selama berangkat haji, dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan.

Dalam prakteknya, ternyata hal itu tak cukup. Yang bersangkutan perlu memiliki wawasan yang cukup bagi setiap calon jama'ah haji yang akan berangkat menunaikan ibadah haji.

Banyak jama'ah haji yang berangkat ke Makkah tetapi tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ibadah ini. Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi banyak menemui hal itu.

Pasalnya, orang bersangkutan sok tahu soal manasik haji. Padahal ketika di tanah air, besar kemungkinan, karena yang bersangkutan merasa memiliki status sosial tinggi sebagai orang besar dan berpangkat, tak ikut manasik. Orang tersebut banyak tidak tahu seputar sejarah Makkah dan rumah Allah, serta tempat-tempat istimewa di sekitar rumah Allah Swt.

Orang seperti ini biasanya menunaikan haji karena termotivasi ingin mendapatkan gelar haji untuk meraih status sosial. Apalagi jika mengingat zaman kolonial Belanda, hanya orang yang sudah menunaikan haji sajalah berhak menggunakan songko putih. Jadi, status haji tentu membanggakan.

Lantas bagaimana orang Muslim yang dari sudut istithaah sudah terpenuhi, tapi yang bersangkutan tak mau juga berangkat haji hanya disebabkan merasa takut akan adanya pembalasan dosa ketika berada di tanah suci Mekkah, Madinah dan Armina (Arafah, Muzdalifah dan Mina).

Sebetulnya anggapan itu lebih merupakan pendapat yang mendekati mitos. Suatu cerita di lingkungan masyarakat yang kemudian berkembang bahwa perbuatan maksiat akan dimintai pertanggungjawabannya tatkala yang bersangkutan menunaikan ibadah haji.

Memang harus diakui bahwa kelancaranan dalam menunaikan ibadah haji tergantung dari niat dan perbuatan orang bersangkutan. Baik dari sisi pemahaman tentang haji itu sendiri maupun penghayatan terhadap keimanan dan tinggi rendahnya kualitas keikhlasan.

Tetapi yakinlah bahwa Allah maha Rahman dan Rahim bagi umatnya. Karena itu pola pikir atau "mindset" sebelum berangkat harus diubah. Sebelum berangkat pelajari manasik dengan baik, perbanyak minta ampunan Allah. Jadi, meminta ampunan kepada Allah tak semata harus ditumpahkan ketika berada di hadapan Baitullah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline