Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Hindari Kesan Wakil Menteri sebagai "Ban Serep"

Diperbarui: 26 Oktober 2019   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin memperkenalkan calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sebelum acara pelantikan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (25/10/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

Ruang kerja tak mencerminkan sebagaimana patutnya sebagai wakil menteri. Staf wakil menteri ditempatkan di ruang sempit. Ruang penerima tamu dan ruang kerja wakil menteri terkesan dibuat seadanya.

Di pintu masuk, tertulis wakil menteri. Jika tamu datang, sang tamu harus mengisi buku tamu. Satpam yang ditempatkan di depan pintu menerima para tamu dengan sopan. Ia kadang memberi informasi jika wakil meteri tak keluar atau sedang menerima tamu.

Anteran menerima tamu diatur Satpam.

Di ruang sekretariat menteri ada beberapa staf yang direkrut dari beberapa Direktorat dan Sekjen. Panduan kerja staf wakil menteri itu diatur seluruhnya oleh sekretariat jenderal kementerian bersangkutan. Termasuk kebutuhan alat perkantoran.

Namun untuk operasional, pembiayaannya "samar-samar". Apakah dari Sekjen atau dari operasional menteri bersangkutan.

Itulah kesan yang ditangkap penulis ketika menyaksikan kehadiran Wakil Menteri Agama (Wamenag) pertama,  Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ph.D (2011 -- 2014). Nasaruddin kini menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal.

Banyak suka dan duka penulis rasakan ketika Nasaruddin diposisikan sebagai wakil menteri. Sukanya ketika diberi kesempatan untuk wawancara. Usai wawancara diri ini terasa tambah wawasan, tambah pengetahuan dan banyak memetik hikmah dari berbagai isu aktual yang ditanyakan penulis.

Ya, namanya kiai. Terlebih lagi ia merupakan pendiri organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama. Pernah pula menjabat sebagai Dirjen pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam di Kementerian Agama.

Dukanya, yaitu, ia seperti diposisikan sebagai "ban serep".  Ini pandangan penulis karena pembagian tugas menteri dan wakil menteri, perannya tidak jelas. Malah kesan penulis, untuk urusan terkait umat secara langsung diambil menterinya.

Maka, jadilah sang menteri berkeliling ke berbagai wilayah. Celakanya, sang menteri berasal dari partai politik. Tentu saja, prioritas kunjungan kerja ke daerah konstituennya. 

Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam yang tidak memberi kontribusi dalam perolehan suara, ya diabaikan. Kalaupun disentuh, itu pun seadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline