Di seputar kawasan Masjidil Haram, Mekkah, pernah dipasang papan pengumuman berukuran besar tentang larangan merokok. Ditegaskan, jemaah haji dilarang keras merokok. Merokok di negeri itu dinilai sebagai perbuatan haram.
Tentu saja larangan itu berlaku bagi penduduk lokal. Warga setempat memang jauh sebelumnya memahami bahwa merokok adalah haram.
Sayangnya, larangan itu tetap saja dilanggar. Terutama oleh anggota jemaah haji dari Indonesia. Beruntung, para perokok itu tak dikenai sanksi denda dan hukuman.
Sampai saat ini kita memang belum pernah mendengar pemerintah Arab Saudi menjatuhkan sanksi kepada perokok yang kedapatan tengah merokok di pemondokan (hotel) dan di tengah keramaian orang banyak.
Di negeri itu, rokok yang paling dikenal kebanyakan berbagai merek berasal dari Indonesia. Askar atau polisi setempat paham sekali bahwa jemaah haji Indonesia, termasuk mukimin dari tanah air, kebanyakan adalah perokok aktif.
Bagaimana kita bisa sampai pada kesimpulan bahwa orang Indonesia di negeri itu dapat disebut sebagai perokok aktif? Bukankah harga rokok belakangan ini semakin mahal dengan kebijakan Kenaikan Cukai Rokok.
Begini. Kala musim haji pasar rokok gelap marak di Mekkah dan Madinah. Para pedagang sudah paham bahwa menjual rokok dapat dikenai sanksi. Apa bentuk sanksinya? Ya sanksinya rokok yang dijual itu disita.
Biasanya, para penjual rokok sangat memperhatikan jemaah haji Indonesia yang bermukim di sejumlah hotel. Mereka melakukan "pemetaan" dan jika perokoknya banyak, biasanya penjual rokok "gelap" mendatangi pemondokan waktu-waktu tertentu.
Bisa juga perokok aktif mendatangi pasar rokok "gelap" yang tempatnya dirahasiakan.
Rokok-rokok itu kebanyakan dibawa jemaah umrah dalam jumlah terbatas. Artinya, tidak berlebihan sehingga lolos dari pemeriksaan petugas.
Namun kerap kali kita pun pernah mendapat kabar bahwa jemaah haji tertangkap tangan membawa rokok dalam jumlah banyak dalam koper. Ya tentu saja tertangkap oleh petugas di bandara sebelum bertolak ke Saudi Arabia.