Berawal dari Gadis Cantik
Saat menganggur, waktunya banyak diisi membantu orang tua membawa sampah. Setiap hari, sejak bangun pagi hingga petang. Tangannya belepotan kotoran, tak segera dibersihkan. Tetap saja giat bekerja, membuka pintu pagar dari rumah yang satu ke rumah berikut di sebelahnya sambil berteriak, sampah!
"Sampah!"
Teriakan kata sampah kembali diulang ketika membuka pintu pagar rumah tak terkunci. Segera sampah yang teronggok bungkus kantong pelastik bekas di pojok rumah dan tergantung di pagar diambilnya. Lalu, dilemparkan ke bak sampah beroda dua yang ditarik ayahnya.
Lantaran muatannya penuh, sang ayah lantas naik ke atas bak sampah yang menjadi kawan setia sehari-hari itu. Sampah diinjaknya agar padat dengan maksud onggokan sampah dari beberapa rumah dapat ditampung. Sementara sang puterinya terus berjalan dari rumah ke rumah mengambil sampah sambil diawasi orang tuanya menarik gerobak sampah.
Pemandangan keseharian itu sungguh memilukan. Gadis berusia 12 tahun, Aprillia, - biasa dipanggil April - harus kehilangan haknya untuk belajar di bangku sekolah. Ia menjadi korban ketidakmampuan orang tua, miskin. Ya, karena miskin, sang orang tua April -- Lintang, yang oleh warga setempat dipanggil si Roy -- terpaksa meminta jasa puterinya untuk membantu mengumpulkan sampah.
Lintang alias Roy, dalam sehari, harus berkeliling dan mendatangi beberapa rumah yang terletak di jalan-jalan kecil di lingkungan RW.01 Kelurahan Ceger, Jakarta Timur. Setidaknya, 80 rumah didatangi dan diambil sampahnya. Dan, agar sampah cepat terkumpul lalu segera dibuang ke lokasi yang sudah ditetapkan, ia meminta bantuan puterinya.
Bagi Aprillia alias April tak ada pilihan untuk menolak permintaan orang tuanya. Gadis cantik yang sebelumnya pernah menikmati bangku sekolah hingga kelas lima sekolah dasar di kampungnya itu, dipaksa dengan realitas kehidupan pahit. Maka, jadilah ia sebagai anak tukang sampah. Boleh jadi, secara tidak sengaja ayahnya, si Roy, tengah mempersiapkan April sebagai tukang sampah pula di kemudian hari. Ikut jejak orang tuanya.
Sungguh! Ini benar-benar terjadi. Kala penulis mendatangi kediaman orang tua April, di sebuah rumah bedeng dan beralaskan papan, didapati keterangan bahwa sang kakek dari gadis itu juga menjalani hidup sebagai tukang sampah.
Kakek dan sang cucu menempati rumah yang dipisah sekat-sekat terbuat dari triplek butut. Hmmm. Isteri penulis yang ikut mendatangi kediaman gadis ini tak bisa bicara banyak. Isteri penulis mencoba menahan kesedihan, kemudian bercakap-cakap untuk mencari tahu, mengapa April sampai tidak bisa melanjutkan pendidikannya lagi.
Menempati bedeng di Jalan Rambo, penulis saksikan rumah si gadis April itu sangat memprihatinkan. Rumah yang dibangun si Roy terbuat dari material bekas ukuran sekitar tiga kali tiga meter. April ditempatkan di ruang terpisah, lebarnya tak lebih dari satu setengah meteran.