Kuundang beberapa orang tetangga. Tak lama, di teras rumah, mereka berkumpul sambil menanti puteraku Andri Ganesa mengolah sate olahannya. Ia memang mahir dalam urusan masak memasak. Ilmu komunikasinya yang diperoleh di bangku kuliah sepertinya sudah masuk liang lahat, tapi justru ilmu memasaknya yang menonjol.
Usai meraih serfikat dari Jakarta Culinery Center, ia banyak mempraktekan beragam masakan. Nah, mumpung Idul Adha - seusai memotong hewan kurban -- keluarga penulis mendapat bagian daging kurban. Pada momentum itulah kami mengajak beberapa orang tetangga untuk menikmati daging hewan kurban.
Wuih enaknya. Tapi, itu masih dalam angan-angan. Sebab, sate belum dibakar.
Rupanya, jauh sebelum MengolahDagingKurban, sang chef telah memetik daun pepaya dan cabe rawit di halaman rumah sebelah. Ia juga telah membeli nanas. Lantas, cabe diiri-iris diberi kecap plus bawang merah. Sedangkan daging kambing yang telah diiris kecil-kecil, potongannya ditusuk.
Maka, jadilah sate yang disiapkan untuk dibakar. Tapi, nanti dulu. Mamanya Andri terlebih dahulu membungkus sate dengan daun pepaya. Alasannya, supaya ketika dibakar dan disantap, dagingnya terasa empuk.
Nah, sambil sang mama membungkus sate belum masak tadi dengan daun pepaya, penulis saksikan sang chef mempersiapkan tungku bakar sate. Terlihat arang telah membara. Lalu, sang chef meminta izin kepada mamanya. Katanya, sudah bolehkan sate terbungkus daun pepaya untuk segera dibakar?
Setelah mendapat aba-aba dibolehkan, langsung sate dibakar. Sepuluh tusuk langsung masuk panggangan sate. Lantas, mama menyiapkan buah nanas untuk dikonsumsi seusai menyantap sate.
**
Sambil menanti sate masak, para tetangga ngobrol 'ngalur-ngidul'. Salah satunya yang menarik adalah pertanyaan Bapak Rafiq kepada penulis prihal kesibukan jemaah haji Indonesia pasca pelaksanaan wukuf di Arafah.
Bapak Rafiq rencananya akan bertolak ke Tanah Suci pada Oktober 2019 ini. Katanya, dalam obrolan itu, ia akan menunaikan ibadah umrah. Usia tua memang bagus untuk umrah pasca musim haji. Pertimbangannya, Masjidil Haram tak seramai lagi ketika itu.