Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Penjelasan Fanny Jonathan Poyk Mengingatkan Pesan Penulis Sastra Masa Lalu

Diperbarui: 3 Agustus 2019   04:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas Ijet ikut bicara. Foto l. Dokpri

Penjelasan Fanny Jonathan Poyk sungguh mengingatkan diri penulis akan pesan-pesan para sastrawan masa lalu bahwa menuangkan buah pikiran ke dalam tulisan haruslah benar dan tepat, tidak mengandung kebohongan dan agar pesan yang disampaikan itu jelas maka penulis hendaknya mengindahkan bahasa yang baik dan benar.

Diskusi sastra. Fanny tengah bicara. Foto | Dokpri

Lantaran Bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam penyampaian buah pikiran itu harus tepat, maka si penulis hendaklah mengindahkan etika dalam menulis. Tak kalah penting, penggunaan kata, susunan kata yang membentuk kalimat harus pula memperhatikan pemakaian tanda baca yang tepat.

Pemilihan kata dan tanda baca dalam bertutur pada sebuah artikel haruslah benar. Kapan kata disambung dan dipisah, kapan kata ubah dan rubah digunakan, si penulis harus paham. Sebab, bahasa adalah alat komunikasi dan menuntut pembaca dari berbagai strata atau lapisan masyarakat mengerti. 

Penjelasan Yon Bayu dan Thamrin Sonata tentang pelaksanaan tour. Foto | Dokpri

"Penggunaan tanda baca harus dipahami penulis," kata penulis novel Fanny Jonathan Poyk dalam sebuah acara kelas menulis yang menghadirkan para Kompasiana di Graha Wisata TMII Jakarta, Jumat. Hadir pada kesempatan itu Iskandar Zulkarnaen atau Mas Pijet, co-finder Kompasiana dan Jason Khaerul, Direktur Program Persatuan Penulis Indonesia.

Kepada Fanny, penulis dalam sesi diskusi sempat mengangkat pesan sastrawan. Tempo dulu bahwa bahasa adalah alat komunikasi penting dalam berinteraksi dengan publik. Karena itu, penulis haruslah memahami makna yang terkandung pada kata dan tanda baca yang digunakan. 

"Baiknya, gunakan bahasa baku dalam sebuah artikel," pesannya.

Serius mendengarkan penjelasan panitia. Foto | Dokpri

Pernyataan Fanny itu sama persis yang diajarkan oleh orang tua Fanny sendiri. Termasuk penulis sastra seperti almarhum Ras Gading Siregar ketika penulis masih duduk di bangku kuliah. 

Ketika itu, banyak mahasiswa harus mengulang pelajaran Bahasa Indonesia Jurnalistik. Sebabnya, ya karena ternyata mahasiswa menganggap enteng pelajaran bahasa. Ketika menghadapi ujian, buat kalimat saja banyak yang salah. Ini karena mahasiswa saat itu tidak memperhatikan tanda koma dan titik.

Pelajaran pelatihan menulis yang melibatkan para Kompasiana ini memang sungguh bermanfaat. Santai namun kita dapat tambahan ilmu plus jalan-jalan pula ke Pulau Maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline