Genderuwo, Tuyul dan Setan Gundul adalah mahluk gaib yang diyakini memang ada, meski tak berwujud tetap saja menarik dalam perpolitikan selama Pilpres berlangsung.
Dan, sebutan mahluk tersebut kerap hadir sebagai "kekuatan" pemikat perhatian publik. Dalam komunikasi politik, nama-nama mahluk gaib tersebut dipakai sebagai wujud untuk menggambarkan, memburukan dan menjatuhkan pihak lawannya.
Kampret dan Kecebong juga menjadi bagian untuk memisahkan kubu 02 Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno dan kubu 01 Jowo Widodo - KH Ma'ruf Amin. Entah dari mana asal usul hadirnya sebutan Kampret dan Kecebong.
Selama Ramadan, perang kata-kata di media sosial antara Kampret dan Kecebong sedikit rada berkurang. Tensinya cenderung turun, kuat dugaan lantaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) makin dekat mengumumkan hasil perhitungan suara, yang diagendakan pada 22 Mei 2019.
Bisa jadi pula lantaran sebagian elite politik sudah mendengar perolehan hasil perhitungan sementara dan merasa gembira dapat kursi lagi.
Namun bila menoleh ke belakangan, kubu 02 - sesuai dengan realitas yang ada, makin berkurang soliditasnya. Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) mulai memberi sinyal meninggalkan koalisinya dan merapat ke kubu 01, Jokowi.
Kubu 02 sejak awal pembentukan koalisi memang diwarnai suara tidak bulat. Kerap diwarnai masalah. Hadirnya sebutan jenderal kardus adalah salah satu potret kubu ini terbentuk setengah hati. Kesepatan yang dibangun bagai oncom mengambang di atas permukaan air, ketika disentuh "buyar".
Nah, bagamana dengan mahluk gaib dalam politik yang hingga bulan Ramadan ini masih jadi instrumen politik. Penulis masih bergembira meski mahluk gaib "dilibatkan" dalam politik kita, tetapi Abu Jahal dan Abu Lahab tidak diikutkan.
Tokoh jahat punya perilaku dekat dengan setan dan tercatat dalam kisah kitab suci agama, oleh elite politik belum diangkat untuk memberi gambaran buruk dalam rangka menjatuhkan pihak lawan karena perbedaan dukungan politik.
Partai surga dan neraka yang diangkat tokoh reformasi Amien Rais, belakangan ini, juga mulai tak terdengar lagi. Seolah habis dibakar oleh kekuatan bulan Ramadan. Sang tokohnya diam meski itu bukan berarti sebagai isyarat perang melawan Setan Gundul yang digaungkan Andi Arief (Demokrat) sudah berakhir. Sang tokoh masih punya amunisi dan tak kehabisan akal dengan jurus lain.
Dalam dunia persilatan, pendekar kan tak kenal menyerah di hadapan para muridnya, kan?