Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Enaknya "Disambelin" Ibu

Diperbarui: 29 April 2019   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambal buah Bacang. Foto | Delijo.com

Berbeda orang tua dulu dan sekarang. Dulu, orang tua yang menghadapi anaknya nakal sering mengancam akan menjejeli mulutnya dengan sambal (sambel). Dalam dialek orang Betawi, ketika mulut dijejeli sambel (oleh orang) tua biasanya disebut "disambelin".

Jika kita buka kamus Bahasa Indonesia, sambal /sam*bal /n adalah makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam, dan sebagainya yang ditumbuk, dihaluskan, dan sebagainya, biasanya dimakan bersama nasi. Tetapi ketika kata tersebut menjadi "disambelin", tak dijumpai artinya dalam kamus.

Tapi, yang penting substansinya paham. Seorang bocah "disambelin" mulutnya oleh orang tua karena ia nakal. Pengalaman, biasanya, untuk meyakinkan bahwa sambel itu punya rasa pedas, kadang seorang ibu mengajak putera atau puterinya ke dapur.

Di dapur, sang ibu sambil mengulek cabe rawit memperlihatkan kepada anaknya bahwa betapa pedasnya sambel. Ia memperlihatkan cabe rawit. Aromanya saja bila terpapar ke mata bisa menimbulkan rasa pedas dan mengeluarkan air mata.

"Nih, ibu oleskan sambel ke kaki kamu. Sebentar saja akan terasa pedas di permukaan kulit yang diolesi itu," kenang penulis kepada ibu yang memang suka sambal.

Untuk anak sekarang, belum pernah terdengar anak diancam dengan diolesi sambel ke mulutnya bila nakal. Malas belajar, apa lagi sering buat onar ketika bermain dengan rekan-rekannya.

Kalau ancaman itu masih tetap ada, bisa jadi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah lama meloncarkan protes. Sebab, cara mendidik anak dengan cara menjejeli anak dengan sambal sunggu tak sejalan dengan metode pendidikan anak.

Tanpa bermaksud membela ibu saya yang sering mengancam memberi sambel bila melakukan kesalahan perintahnya, membandel dan seterusnya, rasanya ketika mulut diolesi sambel tidak ada keinginan untuk memprotes. Bisa jadi karena rasa takut menghadapi orang tua tengah emosi.

Untuk mengurangi rasa pendas, anak lari ke kamar mandi. Lalu, kumur-kumur dengan air. Rasa pedas berkurang. Nah, ketika rasa pedas itu berkurang, biasnya di meja ada buah-buahan. Pisang dan pepaya tinggal diambil. Disanatap. Hilang rasa pedasnya.

Namun ketika usia remaja, tak enak rasanya ketika makan tanpa sambel. Mulut rasanya makin menuntut akan kehadiran sambel. Karenanya, ketika makan tak ada sambal, ibu menjadi sasaran protes anak-anaknya di rumah.

"Mengapa makan tanpa sambal?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline