Penulis pernah mewawancarai Imam Masjid Istiqlal, Jakarta, Nasaruddin Umar, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Agama (Wamenag), terkait dengan suara minor yang diarahkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) . Kementerian yang mengurusi agama-agama ini masih punya wajah belepotan. Salah satu sebabnya, yakni korupsi.
Kata mantan Dirjen Bimas Islam ini, sudah lama masyarakat menginginkan kementerian itu berwajah seperti "malaikat" yang putih bersih. Sehingga jika ada titik noda sedikit saja, hal tersebut bakal menjadi persoalan tersendiri.
Tentu saja pernyataan guru besar ini dapat diterima akal waras. Kementerian yang mengurusi bidang moral punya konsekuensi, ekspektasi atau harapan besar. Ekspektasi masyarakat yang demikian tinggi itu tentu harus dijawab. Caranya, dengan memberikan sikap keteladanan dan kontribusi positif bagi lingkungan setempat.
Untuk itu aparat sipil negeri (ASN) di kementerian itu harus sigap dalam mengantisipasi dinamika masyarakat. Selama seluruh persoalan masyarakat tidak "terbaca" dan tidak dicarikan solusinya, maka jangan harap keberhasilan dapat digapai.
Perlu ada penyadaran bahwa Kemenag sejatinya bukan rumah besar umat Islam. Bukan juga kumpulan besar orang-orang partai berlambang Ka'bah, tetapi mengurusi umat-umat agama-agama yang bertebaran di Tanah Air.
Jadi, jangan protes kalau kementerian itu disebut bukan rumah besar umat Islam. Di sini, urusan agama Hindu, Buddha, Kristen, Protestan, Khonghucu dan Islam sebagai mayoritas ikut ditangani agar negeri dapat harmoni.
Lantas, bagaimana jadinya apabila orang partai Ka'bah menjadikan Kemenag sebagai rumah besarnya?
Nah, di sini kita harus melihatnya dengan jernih. Itu terjadi lantaran orang partai ini sudah lama merindukan punya rumah besar. Latar belakang ini dalam perjalanan waktu menemui tembok besar. Harapan tak tergapai, tapi justru merusak institusi kementerian itu.
Tertangkapnya Romahurmuziy alias Romy, Ketua Umum PPP - ketuapppditangkap - pada Jumat (15/3/2019) ini sejatinya adalah bagian kecil dari pengaturan penempatan pejabat berbayar.
Maka, pada waktu yang tepat, angan-angan itu mewujud. Sebuah lapak terbentuk tanpa rupa. Terjadi intervensi eksternal pada tataran kebijakan, khususnya terkait penetapan sumber daya manusia (SDM) di beberapa pos strategis. Persoalan terkuak ketika juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kasus dugaan suap yang melibatkan Romy diduga terkait pengisian jabatan di Kemenag.
Kita tahu kewenangan mengangkat pejabat, khususnya eselon II, adalah wewenang menteri. Aturannya sudah jelas, melalui mekanisme uji kompetensi dan asesmen ASN secara ketat. Realitasnya, jauh panggang dari api. Penyebabnya, orang partai yang merasa punya lapak dan rumah besar ikut mengatur penempatan pejabat di kementerian bersangkutan.