Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Ustaz Abu Masih "Ditakuti"?

Diperbarui: 21 Januari 2019   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). Abu Bakar Baasyir akan dibebaskan dengan alasan kemanusiaan karena usia yang sudah tua dan dalam keadaan sakit serta memerlukan perawatan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.

Benarkah Pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jateng Ustadz Abu Bakar Ba'asyir masih "ditakuti"?

Penulis punya pengalaman berjumpa dengan ustaz ini di Bandara Soekarno - Hatta pada Maret 2009 lalu. Kala itu, orang sekitar yang menyaksikan sang ustaz hadir di hadapan mereka saling berbisik. Ada di antaranya bicara mulut mendekatkan ke telinga lawan bicara. Seolah, mereka takut terdengar kata-katanya oleh sang ustaz. Tapi, Ba'asyir saat itu nampak santai saja.  

Pandangan orang yang mengenal wajahnya dialihkan, tetapi pokok bicaranya tetap seputar sang ustaz. Padahal, orang-orang yang membicarakan sang ustaz ini tak jauh dari tempat duduknya. Sementara sang ustaz tak menyadari bahwa dirinya tengah dibicarakan. Hehe, saat itu, penulis saksikan orang  seperti tengah bergosip.

Penulis maklum. Apalagi, setiap kali bertandang ke Solo, selalu saja sang sopir taksi cepat "tersulut" bila disinggung nama Ba'asyir. Beragam pendapat orang tentang dia. Ada yang menyebut di pondoknya ada pelatihan terorisme,  ada yang menyebut Ba'asyir bagian terorisme internasional hingga ditakuti karena punya daya pikat untuk mempengaruhi orang lain dengan ajaran yang diyakininya.

Peristiwa 9 tahun silam itu penulis saksikan ketika hendak bertandang ke luar kota. Di ruang tunggu Bandara Internasional itu, penulis saksikan bahwa sang ustaz ditemani seorang ajudannya. Ia nampak santai. Lantas, di diri ini muncul naluri kewartawanan. Tanpa memperdulikan rasa takut, penulis mendekatinya.

Sang ustaz pun membalas ucapan salam dari penulis. Ia melempar senyum sambil bertanya nama penulis.

"Nama antum siapa?"

Setelah dijawab dan memperkenalkan diri sebagai seorang reporter, Ba'asyir mempersilahkan penulis duduk di dekatnya. Tak nampak ia curiga siapa yang mengajaknya bicara. Wajah penulis seperti orang China pun tak ditanyai seperti pengalaman penulis ketika masuk ke markas militer.

Dan, penulis sadar untuk wawancara dengan sang ustaz ini bila menyangkut politik atau setidaknya mengandung pesan radikalisme tidak bakal dimuat atau dapat diturunkan oleh editor kantor media massa penulis bekerja saat itu.

Karenanya, penulis memilih topik yang dapat dijawab oleh sang ustaz ini secara tegas, tidak berbunga-bunga. Mengingat lagi waktunya yang ada pun sangat singkat.

Topik pilihan penulis adalah seputar nikah siri. Maklum, pada saat itu - dalam sepekan - masalah nikah siri menjadi pemberitaan yang tengah ramai di ranah publik. Nikah siri hingga kini banyak dilakoni pejabat, tokoh agama dan masyarakat lapisan bawah yang berujung pada berantakannya sebuah rumah tangga, anak-anak tidak terurus dan berpotensi hadirnya prostitusi baru lantaran para janda tidak terurus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline