Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Inspirasi Jalak dan Energi Mbok Jamu Sebagai Spirit Hidup Harmoni

Diperbarui: 19 Juli 2018   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalak Suren hadir di rumahku. Unggas ini jadi inspirasi bagi seseorang yang ingin hidup harmoni. Foto | Dokpri.

Menanamkan rasa syukur tidak cukup dengan kalimat-kalimat yang sering diucap setiap hari. Ungkapan rasa syukur perwujudannya adalah menempatkan diri agar selalu bermanfaat bagi diri sendiri dan orang sekitar. Karenanya, kala mendapat kesulitan dan kemudian dicerca orang lain tidak perlu disikapi dengan marah. Apa lagi menciptakan permusuhan secara frontal, karena selain berakibat rusakya silaturahim juga dapat mencederai amal-amal yang telah diperbuat.

Tuhan tidak pernah tidur. Tentang hal ini banyak orang meyakininya. Kecuali ia penganut ateisme. Karena itu, ketika mempunyai keinginan memiliki sesuatu namun kemampuan finansial terbatas hendaklah disikapi dengan bijaksana. Tak perlu menyalahkan orang lain. Apa lagi menyalahkan tuhan yang telah banyak mencurahkan rezeki pada mahluknya.

Namun juga Tuhan punya sifat adil. Tuhan maha pengasih dan mengetahui apa yang dikehendaki. Karenanya, tanpa sadar keinginan lama terpendam dapat berwujud di hadapan kita sendiri. Setidaknya, hal itu terjadi pada diri penulis.

Jalak ini tengah mendengarkan suara unggas lain. Ia pun siap bernyanyi. Foto | Dokpri

Begini ceritanya. Dulu, ketika masih muda punya cita-cita memelihara burung beo. Aneh ya? Kenapa tidak bercita-cita jadi konglemerat punya perusahaan banyak dan selir selusin. Atau jadi politisi dan kemudian menduduki jabatan tinggi di pemerintahan. Nggak tuh, penulis cuma bercita-cita ingin punya burung beo karena unggas jenis ini bisa menirukan suara manusia.

Mau beli, tak cukup uang. Coba kalau jadi konglemerat. Tinggal sebut kepada anak buah, paling lambat esoknya sudah di hadapan mata. Tapi ini, tak punya doku. Tapi, lagi-lagi, janji Tuhan itu tak pernah tertukar. Buktinya, beo datang ke rumah sendiri. Ia masuk melalui garasi rumah penulis. Tinggal tangkap, pelihara beberapa bulan sudah berceloteh seperti anak kecil.

Itu kejadiannya sudah lama. Beo akhirnya diserahkan kepada rekan. Sebab, penulis pindah rumah alias ditarik perusahaan dari dinas kembali ke induk.

Kini, keinginan memelihara burung kembali muncul. Tapi, ada hambatannya. Yaitu, mau beli burung rata-rata harganya setengah jeti (setengah juta rupiah) paling murah. Wuih, mahal. Apa lagi sekarang di berbagai pemukiman di Jakarta, banyak warga tengah "demam" burung.

Mbok jamu datang ke Jakarta dengan motor dari Jawa. Foto | Dokpri.

Entah karena memang hoki, burung datang sendiri. Peristiwa serupa terulang. Awalnya, si burung Jalak masuk lewat kandang ayam di lantai dua rumah penulis. Lalu, si jalak itu masuk ke lantai dua rumah. Burung mendekat. Penulis pun tinggal tangkap dan kemudian dibelikan kandang. Jalak nangkring riang di kandang karena makanan cepat tersaji.

Kini, kalau pagi hari, ia berbunyi. Cerewet. Rumah pun jadi ramai. Burung jalak, ayam jago dan ayam kate - yang kecil-kecil lari lincah - saling bersahut-sahutan mempertujukkan suaranya. Beginikah kehidupan harmoni? tanyaku dalam hati.

Tak disangka, suara jalak banyak memberi inspirasi bagi penulis. Kadang si jalak terlihat manja. Ketika diberi seekor jangkrik kecil, ia cepat mematuknya. Lalu, di dalam kandang, ia terbang ke berbagai arah. Menclok sana, terbang lagi. Menclok di atas kandang dan turun lagi sambil memperdengarkan suaranya yang merdu.

**

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline