Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Belajar Mengolah Kopi di Thamrin City

Diperbarui: 4 Juli 2018   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kandarus tengah mengolah kopi dibantu rekannya di Gmari Kopi. Foto | Dokpri

Apa urusannya belajar mengolah kopi di Thamrin City? Jika ke sana, ya sudah jelas yang ditemui adalah para pedagang grosir pakaian untuk masyarakat kelas menengah hingga atas, para selebriti berbelanja pakaian batik hingga pakaian muslim dan segala kebutuhan asosoris wanita dan pria.

Thamrin City - yang lokasinya di belakang Hotel Indonesia (HI)  - belakangan namanya makin mencuat menyaingi penjual pakaian di kawasan Tanah Abang. Dalam beberapa tahun terakhir, memang Thamrin City menjadi pesaing berat bagi para pedagang di kawasan Tanah Abang yang sudah beken di kawasan Asia Tenggara (Asean).

Apa yang dijual di Tanah Abang, ya di Thamrin City atau populer di kalangan para ibu disebut Tamcit (baca: Tamsit), sudah dapat dipastikan barang serupa tersedia di situ. Lokasinya pun tak jauh dari kawasan Tanah Abang. Jadi, tak ada yang berbeda di sini. Yang membedakan cuma menuju kedua kawasan itu. Kalau ke Tanah Abang lebih terasa macetnya sementara ke Tamcit ya relatif lenggang. Apa lagi pasca lebaran.

Kandarus atau Darus tengah menunjukan kebolehannya menyeduh kopi. Foto | Dokpri

Daftar menu kopi yang dioleh Darus. Foto | Dokpri

Nah, lalu apa kaitannya dengan kopi, mengolah kopi dan disuguhkan menjadi lezat sehingga orang banyak - utamanya pecandu kopi - merasa ketagihan untuk bertandang kembali ke tempat itu.

Beberapa hari lalu penulis bertandang ke Tamcit. Tanpa sengaja melihat kios kopi Gmari Kopi, khas kopi nusantara, yang menyuguhkan kopi Gayo, dari Aceh, Mandailing dari Sumatera Utara dan Toraja dari Sulawesi Selatan.

Merasa tertarik, penulis yang ditemani isteri minta kepada penjaga kios Gmari Kopi tadi untuk dibuatkan segelas kopi khas Mandailing. Sang pelayan dengan ramah - yang belakangan diketahui bernama Kunradus, asal Flores (Nusa Tenggara Timur) - memenuhi permintaan tersebut. Ia pun menawarkan kopi dingin atau hangat.

"Saya mau yang hangat saja," jawabku singkat.

Kusaksikan, ada yang berbeda. Sebab, cara penyajiannya tidak seperti penjual kopi pada umumnya. Seperti cara kopi tidak diseduh langsung seperti penjual kopi di tepi jalan. Hal ini mendorong penulis bertanya mengapa kopi yang dipesan tadi harus diukur beratnya, kemudian digiling dengan cara khusus, barulah kemudian disatukan dengan air panas dengan cara disirami perlahan-lahan.

Kanradus menyebut, kopi yang akan disuguhkan kepada saya beratnya antara 13 hingga 15 gram. Itu cukup. Tapi, jika ingin berat lagi cita rasanya, bisa diolah dengan cara penguapan. Wuih, keren nih anak Flores ahli meracik kopi menjadi sedap.

Pembantu Darus tengah menyaipkan kopi. Foto | Dokpri

Setelah kopi dikocok, lalu dituangkan ke cangkir. Foto | Dokpri

Kopi yang sudah tercampur air panas tadi tidak langsung dimasukan ke gelas. Tapi dimasukan ke dalam botol khusus. Barulah di atas meja dan disaksikan pemesan, kopi yang sudah dicampur air panas di dalam botol tadi dituangkan ke cangkir pelanggan. Sebelum dituang, botol digoyang-goyang sehingga aroma kopi tadi keluar.

Saya yang memasan kopi tadi, tentu saja merasakan harumnya kopi yang di dalam cangkir. Dalam hati, saya hanya mampu berucap, hmmmm, wangi aroma kopi itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline