Sering kita dengar ada orang punya sifat pendendam. Kala ia pernah disakiti, suatu saat -- dalam momentum yang tepat -- yang bersangkutan melampiaskan dendamnya sehingga kemudian merasa dadanya lapang.
Nah, pada bulan puasa, Ramadhan ini -- di penghujung bulan suci ini -- penulis menyaksikan beberapa sahabat tengah berada di pasar swalayan. Bahkan anggota keluarga tengah asik berbelanja. Menariknya, anggota keluarga kami itu seperti melakukan aksi balas dendam dalam berbelanja.
Apa yang dimaksud aksi balas dendam dalam berbelanja itu?
Gini ceritanya. Dari sisi penghasilan anggota keluarga kami ini hidup serba kecukupan. Mobil, punya. Rumah pribadi, ya milik sendiri atas namanya. Penghasilan, jelas ada karena ia pekerja kantoran dan punya kedudukan pula.
Untuk memenuhi kebutuhan dua anak, ya cukup. Anggota keluarga: mertua dan orang tua serba punya pula. Tetapi, ketika belanja di swalayan, dapat disaksikan ia seperti orang ketakutan kehabisan stok. Barang yang tidak perlu pun dibelinya. Mungkin selagi murah dan ada diskon.
Memangnya besok akan ada kerusuhan (chaos) , toko tutup dan karenanya harus menyiapkan berbagai kebutuhan di rumah, pikir penulis.
Jangan-jangan yang bersangkutan tengah aji mumpung, punya tambahan berupa tunjangan hari raya alias THR. Kalau memang punya kelebihan dana berupa THR, lantas kok mengapa orang itu tidak mengalokasikan dana bagi fakir miskin?
Menyaksikan orang berbelanja seperti orang kesurupan hantu ini, penulis mencari tahu. Kebetulan masih anggota keluarga dan tentu saja mudah dikorek informasinya. Maka, jadilah penulis melakukan investigasi.
Bagi saya, sungguh mencengangkan hasilnya. Anggota keluarga ini berbelanja secara berlebihan untuk disimpan dalam jangka waktu lama. Dan karenanya barang yang dibeli pun dapat disimpan bertahan lama, seperti: sabun cuci, sabun mandi, dan pembersih rambut, pengharum ruang.
Demikian pula untuk bumbu masak. Dibelinya cukup banyak. Utamanya bumbu dapur kering dan tersimpan dalam kemasan botol. Kopi dan teh sudah tentu dibelinya dalam jumlah banyak pula, setidaknya dapat tersimpan untuk jangka waktu empat bulan ke depan.
Untuk kebutuhan Lebaran, ia membeli kue kering. Sungguh teliti memang orang ini, ia memperhatikan kadaluarsa pembelian dan kapan berakhirnya. Diperhitungkan kue kering masih dapat dikonsumsi saat pada Idul Adha mendatang. Wuih, Lebaran kambing.. eh salah untuk lebaran kurban saja sudah difikirkan.