Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Tim Kemenag Tidak Bermaksud Bikin "Blunder" Lagi

Diperbarui: 21 Mei 2018   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menag Lukman Hakim Saifuddin. Foto | Kemenag.

Ibarat bermain bola, kesebelasan Kemenag gagal melaju ke semi final. Tim ini dipermalukan lantaran membikin 'blunder'. Gol semata wayang yang diharapkan lahir di babak semi final jelang berakhirnya Kabinet Kerja, malah kemasukan gol 200 penceramah (dai/mubaligh) yang kemudian membingungkan umat.

Jika saja Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin 'jeli' dan mampu menggunakan instrumen sepakbola, maka bola yang dimainkan rekan-rekan kerjanya harus dibaca dengan cermat. Andai saja bola diarahkan ke pemain gelandang, setidaknya sudah diperhitungkan kepada siapa bola dimaksud diarahkan, pada posisi apa rekannya saat itu dan bagaimana jika tembakan jarak jauh sesekali dihunjamkan ke gawang lawan.

Jika saja Bapak Lukman Hakim Saifuddin menempati posisi sebagai penjaga gawang, maka dari jarak jauh pun sesungguhnya sudah dapat dibaca. Arah bola tidak selalu langsung diarahkan ke mulut gawang. Kadang, untuk melahirkan sebuah gol kemenangan tentu ada proses. Faktor keberuntungan dalam permainan ini kadang memihak, tetapi tentu itu tidak selalu lahir begitu saja. Ada kerja keras dan soliditas tim kerja.

Dalam bahasa agama, doa dan upaya harus sinergi. Berjalan satu iringan dan irama.

Tim Kemenag kini membuat 'blunder'. Bisa jadi karena "input" dari pemain kepada kapten tim dan pelatihnya tidak melalui proses yang matang. Apa lagi atmosfirnya tengah dirindukan, tim ini pada bulan suci Ramadan tengah dinanti dapat meraih kemenangan.

Lahirnya gol berupa rilis 200 nama mubaligh akan berpotensi menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Meski Pak Menag ini menyatakan bahwa hal itu tidak dimaksudkan untuk memilah-milah mana penceramah yang boleh berceramah dan mana yang tidak boleh berceramah.

Daftar nama mubaligh itu dalam rangka menjawab pertanyaan masyarakat terkait muballigh yang bisa berceramah, baik di mushola, masjid dan tempat pengajian lainnya.

Para dai itu, pandangan tim Kemenag, telah mumpuni secara mendalam dan luas tentang substansi ajaran Islam. Memiliki pengalaman dan punya komitmen terhadap kebangsaan.

Jika saja rilis 200 nama penceramah yang disebutkan itu masih berisfat dimanis, kemungkinan akan bertambah terus, maka publik pun patut melemparkan pertanyaan kepada tim kementerian itu. Tim Kemenag harus punya 'nyali' pula mengumumkan mubaligh yang berseberangan. Punya sikap kritis. Sekurangnya tidak mumpuni dan tidak memiliki komitmen terhadap kebangsaan.

Jika saja mubaligh atau dai punya sikap kritis terhadap pemerintah dirilis dengan jumlahnya berapa banyak, bisa jadi kementerian ini menambah kerjaan tentunya.

Publik kini belum merasa puas dengan jawaban kapten kesebelasan tim kementerian itu. Pasalnya, - jelang Pilkada dan Pilpres - sudah ada ulama dengan tegas memang berafiliasi ke partai tertentu. Namun di sisi lain ada ulama kampung, tak punya nama besar tetapi berakar rumput. Bukan rumput lapangan sepakbola, loh, tetapi masyarakat kecil karena ia tidak komersial dan jauh dari kepentingan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline