Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

"Cuci Otak" Senasib Pengobatan Kanker, Bisa dengan Singkong Racun?

Diperbarui: 11 April 2018   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, singkong racun. Foto | tanobat.com

Cara pengobatan 'cuci otak' terhadap pasien stroke yang dilakukan kepala RSPAD Jakarta Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto mengingatkan penulis kepada dua dokter yang mengobati pasien kanker dengan singkong racun. Dikhawatirkan, pengobatan 'cuci otak' akan bernasib sama dengan pengobatan kanker menggunakan singkong racun?

Jika cara pengobatan dr. Terawan kini 'heboh', yang kemudian disusul pro dan kontra di masyarakat atas cara pengobatannya itu, kemudian disusul pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan surat pemecatan atas dirinya, mengesankan adanya suatu persaingan tak sehat di internal organisasi kedokteran itu.

Sebab, awalnya dr Terawan Agus Putranto, ramai diberitakan sudah dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Namun, belakangan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI dinyatakan pemecatannya ditunda sampai mengambil keputusan yang dinilai adil bagi seluruh pihak.

PB IDI sepakat menunda pelaksanaan putusan MKEK. Selain itu, disepakati untuk merekomendasikan penilaian terhadap terapi cuci otak Terawan kepada tim Health Technology Assesement Kementerian Kesehatan.

Penulis tak ingin membahas kasus dr. Terawan lebih jauh seperti yang ramai dibicarakan hingga kini. Tetapi ingin sedikit mengangkat cara pengobatan dr. Todotua Simanjuntak dan dr, Gunawan yang pada tahun 1980-an dinilai oleh masyarakat, termasuk juga anggota keluarga penulis berhasil memberikan kesembuhan terhadap para pasiennya.

Kedua dokter tersebut - dr. Todotua Simanjuntak dan dr, Gunawan - mengembangkan pengobatan pasien penderita kanker dengan memanfaatkan singkong racun.

Penulis khawatir, keberhasilan dr. Terawan mengobati pasiennya yang kemudian belakangan ini dipermasalahan MKEK PB IDI itu akan memberengus sistem pengobatan yang sudah menunjukan hasil. Ujungnya, akan berakhir sama dengan nasib sistem pengobatan kanker dengan menggunakan singkong racun yang sekarang memang sudah tidak terdengar lagi.

Jika saja cara pengobatan kanker dengan memberi singkong racun untuk dikonsumsi pasiennya terjadi pada zaman 'now', maka publik akan ramai membahasnya. Mungkin sebagian orang, yang pernah mencoba cara penyembuhan kanker oleh dua dokter itu masih ingat. Para pasien kanker dianjurkan mengonsumsi singkong racun sesuai petunjuknya.

**

Sekedar membagi pengalaman. Todotua Simanjuntak seingat penulis membuka praktek di Jakarta. Tepatnya, pegawai Departemen Kesehataan pada tahun 1980-an, membuka praktek di kawasan Jalan Minangkabau.

Sedangkan Gunawan, penulis tidak tahu membuka praktek di kawasan mana. Tetapi, penulis pernah mendengar ia bekerja di RS Paru di kawasan Puncak, Jawa Barat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline