Dalam sebuah obrolan warung kopi, seorang rekan menyebut bahwa perluasan pasal zina yang kini dibahas di lembaga DPR RI dapat dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pasalnya, para pelanggan warung kopi pangku tidak banyak dilibatkan dalam pembahasan.
Loh, kok beraninya orang ini. Namun, rekan saya itu merasa yakin. Alasannya, orang-orang yang terlibat dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak banyak melibatkan publik secara luas, termasuk di dalamnya pelaku "hidung belang" yang banyak terlibat dalam dunia "hitam". Yaitu, pelanggan warung kopi pangku.
Apa sih kopi pangku itu?
Ini pengalaman penulis beberapa tahun silam. Dalam perjalanan ke pedalaman Kalimantan Barat (Kalbar), baru satu jam perjalanan menuju Entikong (wilayah perbatasan RI-Malaysia), penulis singgah kawasan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak. Kaki belum keluar dari mobil, beberapa amoy sudah menanti di luar untuk menyambut.
Beruntung penulis tidak turun terburu-buru. Dari dalam mobil, penulis menyaksikan seorang baru turun dari mobil disambut dua amoy dan mendapat pelukan dan ciuman di pipi kiri dan kanan sebagai ungkapan selamat datang. Lelaki itu tampak malu karena di siang bolong dicium amoy dan disaksikan orang ramai.
Penulis heran dan tak merasa menyesal gagal beristirahat di kawasan itu. Parkir mundur. Tancap gas, tinggalkan tempat itu.
Beberapa hari ke depan, penulis mendapat kabar. Ada seorang rekan bercerai dengan isterinya lantaran minum kopi di Pinyuh. Pasalnya, rekan saya itu, tak sengaja singgah dan minum kopi di kawasan itu. Ia membawa anggota keluarga dan isterinya. Dan, menyaksikan adegan "aneh" itu. Isterinya cemburu dan marah besar menyaksikan adegan rada aneh. Kemudian isterinya menggugat cerai dengan tuduhan suaminya serong dan "bermain gila" dengan amoy di situ.
Kejadian "perang di rumah" karena ulah para amoy di situ sudah sering terdengar dari mulut ke mulut. Seorang pejabat sipil dan militer pun pernah mengalami hal serupa.
Cara menyambut tamu dengan gaya cium pipi di kawasan itu sempat ditertibkan aparat setempat. Tapi, sang pemilik warung, demi menarik pelanggan, tetap saja hal itu diam-diam berjalan setelah sang pengawas "dilumpuhkan" dengan sejumlah "upeti".
Itu baru warung kopi di Sungai Pinyuh, yang dalam kasat mata jelas-jelas, menurut ukuran orang beragama dianggap melanggar kesusilaan. Lalu, bagaimana dengan pelayanan di warung kopi pangku yang terkenal di Pontianak.
Ini paling sulit dikategorikan sebagai pasal zina. Sebab, yang datang ke lokasi warung kopi pangku bukan hanya orang biasa tetapi juga para petinggi. Setiap kali ada pejabat berdinas ke Pontianak, paling awal ditanyakan adalah para amoy dengan kopi pangkunya.