Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Mengapa Para Ibu Lebih Senang Menjahit Pakaian dengan Penjahit Pria?

Diperbarui: 29 Oktober 2017   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suhaemi, orang Minang, tengah mengukur dan melayani konsumennya dengan baik. Foto | Dokumen Pribadi.

Profesi menjahit hingga kini masih tetap didominasi kaum pria, meski pekerjaan ini dari sisi historis banyak digeluti kaum hawa. Belakangan ini, penjahit pria terasa lebih mendominasi. Terlebih lagi justru para ibu rumah tangga lebih senang menjahitkan pakaiannya oleh penjahit pria.

Memang belum pernah saya menemukan penelitian tentang ini, mengapa penjahit pria mendominiasi? Tapi, faktanya demikian.

Dulu, tatkala kita masih kecil, mungin pernah mendengar kursus menjahit yang dibuka lembaga pendidikan keterampilan. Pesertanya kebanyakan dari kelompok perempuan. Belum lagi sejumlah sekolah kejuruan membuka keterampilan menjahit karena memang profesi ini menjanjikan penghasilan lumayan untuk menunjang kehidupan (rumah tangga).

Profesi menjahit (tailor) pun kini bisa dibedakan. Penjahit butik, yaitu penjahit khusus bagi kalangan tertentu. Di penjahit ini juga dijual bahan pakaian dan pakaian tergolong eksklusif. Model penjahit seperti ini dapat dijumpai di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Di kawasan ini pula yang menonjol para pengelolanya adalah dari pria dari India.

Suasana Pasar Kramat Jati, khusus los untuk kalangan tailor. Foto | Dokumen Pribadi.

Pada rumah jahit yang disebut butik itu, selain pakaian tergolong "wah" dan model "up to date" atau terbaru, terlihat jahitannya tergolong halus dan kuat. Di butik itu pula banyak diproduksi pakaian berdasarkan pesanan, tidak memproduksi dalam bentuk massal.

Sedangkan pakaian yang dijahit secara massal disebut garmen. Jenis pakaian inilah yang banyak diekspor ke berbagai negara tujuan. Namun belakangan ini cara pengerjaan pakaian secara massal ini mengalami perubahan dan pergeseran. Tidak lagi di dalam satu gedung besar, seperti pabrik.

Ada perusahaan garmen membagi pekerjaannya ke beberapa rumah tangga. Di sini pekerjaan menjahit dilakukan beberapa lelaki di rumah dan setelah selesai, pakaian rampung pekerjaannya, termasuk pemasangan label di kerah,  lalu dikirim ke perusahaan garmen kembali.

Perusahan garmen tak lagi mempekerjaan penjahit di satu tempat, dalam jumlah tenaga banyak. Tetapi dibagi ke beberapa rumah tangga. Hal ini banyak terjadi di seputar kawasan Tanah Abang, misalnya Kota Bambu. Di lokasi itu, banyak orang mengontrak rumah dan mengerjakan jahitan secara massal, misalnya pakaian seragam sekolah, mukena hingga pakaian muslim sekalipun dikerjakan.

Pekerjaan menjahit memang sudah menjadi "home industri".

Lalu, bagaimana penjahit di sejumlah pasar yang banyak dilakoni kaum pria. Dari sisi fisik dan perlakuan menangani pekerjaan, jelas lebih mengarah ke butik. Sebab, para penjahitnya tidak menentukan model atau kain yang akan diproduksi.

Mereka menjahit pakaian berdasarkan permintaan, mulai dari model, dari sisi potongan jahitan hingga bahan dibawa sendiri oleh si pemesan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline