Meski berulang-ulang dengan cerita yang sama, dikupas dan dibahas oleh generasi buyut, kakek, orang tua hingga zaman sekarang saat Idul Adha, kisah sosok Nabi Ibrahim tidak pernah basi karena sepak terjang dari "Bapak Monoteisme" ini memuat banyak pelajaran bagi umat manusia.
Nabi Ibrahim as dikenal sebagai pembawa semua agama samawi. "Hai manusia Tuhan yang kamu sembah adalah Tuhan seru sekalian Alam, bukan Tuhan satu ras, bukan Tuhan satu kelompok dan bangsa tertentu."
Nabi Ibrahim adalah "Bapak Ketuhanan yang Maha Esa". Penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam mengagungkan sosok Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim mengajarkan bahwa Tuhan yang disembahnya adalah Tuhan seru sekalian alam. Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan semua langit dan bumi (alam raya) QS Al-Anam (6):79).
Tentang ketuhanan ini, Nabi Ibrahim as menemukan dan membina keyakinan itu melalui pengalaman pribadi setelah mengamati gejala-gejala alam, seperti adanya bintang, bulan, dan matahari, kemudian pada akhirnya berkesimpulan bahwa bukan patung, bukan pula apa yang ada di bumi, tidak juga benda-benda langit, yang wajar disembah.
Nabi Ibrahim as menemukan tauhid. Penemun itu merupakan penemuan terbesar. Jika dibandingkan dengan penemuan manusia lain seperti listrik, rahasia tentang atom tidak sebanding dengan penemuan Nabi Ibrahim.
Mengapa. Alasannya, semua penemuan tersebut tunduk dan dikuasai oleh manusia, sedangkan penemuan Nabi Ibrahim as tentang tauhid itu menguasai jiwa dan raga manusia. Penemuan Nabi Ibrahim menjadikan manusia yang awalnya tunduk kepada alam, kini menjadi mampu mengatur alam.
***
Sebagian umat tentu ingat bahwa sampai usia tua, Ibrahim belum dikarunia keturunan. Ibrahim pun tak henti berdoa memohon kepada Allah SWT agar di beri keturunan yang shalih yang baik - baik "Rabbi habli minas Shaalihiin " (surat 37 ayat 100). Maka Allah SWT pun segera menyampaikan kabar gembira tentang hal tersebut.
Siti Sarah (istrinya) berkata kepada Ibrahim as: Sesungguhnya Allah tidak memperkenankan aku melahirkan anak karenanya menikahlah dengan budakku ini, mudah - mudahan Allah mengaruniakan anak kepadamu melalui dirinya. Ibrahim pun akhirnya menikahi Hajar, budak Sarah.
Ustadz Najmuddin, di hadapan Majelis Ta'lim As-Salam Fakultas Hukum Angkatan 20 Universitas Trisakti pernah menyebut, meski perkawinan Ibrahim dan Hajar atas persetujuan isterinya, Siti Sarah, namun ke depannya tatkala Hajar tengah hamil, muncul percekcokan.
"Ya, pasalnya bukan lantaran harta dan nggak kebagian jatah, tapi intinya cemburu," kata Najmuddin yang disambut tawa peserta pengajian.