Lebih dua pekan penulis melakukan pengamatan langsung kepada para pasangan usia muda, para bapak yang tengah mempersiapkan dan menanti kelahiran anak dan pasangan usia subur yang tengah melakukan pemeriksaan kesehatan.
Mereka ini rutin, sesuai dengan jadwalnya, melakukan pemeriksaan terkait dengan kandungan dan kesehatan ibu dan bayi di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RS Budhi Asih, Jakarta Timur.
Pengamatan dilakukan sejak akhir Juni 2017 dimaksudkan untuk menambah pemahaman dan pengetahuan penulis, agar tulisan yang dituangkan dalam rubrik ini ada sedikit tambahan 'warna'. Gitu kira-kira maksudnya. Terlebih penulis awam dalam bidang kesehatan ibu dan anak.
Empat sampai lima kali penulis mendatangi rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta itu. Butuh kesabaran, karena lantai empat Poli Kebidanan rumah sakit ini tiap hari dipenuhi pasien mengantre dengan dukungan fasilitas BPJS Kesehatan.
Beragam tingkah ibu dan bapak terlihat. Ada pasangan suami-isteri tampil seperti dua remaja tengah berpacaran. Sang suami memapah isteri yang perutnya gendut. Hamil tujuh bulan. Kadang ada isteri yang tengah "ngos-ngosan" jalan diberi semangat suami dengan cara mencium keningnya. Sang isteri telihat malu, tapi sang suami cuek. Orang sekeliling yang menyaksikan adegan mesra ini banyak melempar senyum dan cepat-cepat mengalihkan pandangan. Pura-pura tak melihat, padahal senang.
Seperti dimaklumi, fungsi poli kebidanan dan kandungan adalah untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan janin atau bayinya. Awalnya, penulis menduga bahwa yang datang ke poli kebidanan RS Budhi Asih itu hanya kalangan para ibu hamil saja. Ternyata sang bapak ikut mengantar. Penilaian penulis, ikutnya sang bapak dalam proses pemeriksaan sang bayi banyak keuntungan yang diperoleh. Sang bapak dapat mengetahui proses kandungan sang bayi hingga masa menjelang dan pelayanan persalinan.
Di ruang tunggu, seorang bapak berusia muda nampak gelisah. Sebentar-sebentar ia meninggalkan kursi yang diduduki. Berdiri. Kemudian, ia kembali duduk lagi. Lalu berjalan keliling. Pria sedikit berambut gondrong dan dekil karena sudah lama terlihat tak mandi, rupanya tengah menanti proses kelahiran isterinya. Saat itu, menjelang magrib, lelaki muda ini seperti orang putus asa karena sering menarik nafas dalam-dalam.
Seorang Satpam memanggil dengan menyebut nama anggota keluarganya. Rupanya sang pria gondrong ini sendirian menemani isterinya yang tengah menanti proses kelahiran bayinya. Ia cepat-cepat berlari dan ikut langkah Satpam ke kamar operasi. Diam-diam aku ikut membuntuti. Dari arah belakang kusaksikan lelaki ini nampak gemetar.
"Berani gondrong, kok pengecut. Jangan sok jago kalau berambut gondrong," kataku dalam hati.
Tak berapa lama ia pun keluar dari ruang persalinan. Wajahnya sumringah, kadang melempar senyum kepada siapa saja yang dijumpai.
"Lagi gile ntu orang," ujar seorang ibu sambil berlalu, mengomentari tingkah lelaki gondrong tadi dengan logat Betawi medok.