Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Ikut Repot Saat Anak Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi

Diperbarui: 14 Mei 2017   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UIN Contoh Salah satu kampus serba lengkap, sayang menuju kampus tiap hari macet (Dokpri)

Ikut Repot Saat Anak Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi

"Banyak sarjana nganggur. Kalo babe maksa, babe aje yang kuliah," kata Udin, warga Jakarta yang masih tetap medok dengan lokat Betawi. Ia menolak kuliah karena melihat banyak sudaranya ngganggur seusai kuliah.

Udin sadar orang tuanya yang menjadi juragan beras di Pasar Cipinang masih mampu membiayai dirinya kuliah. Tetapi ia menilai kuliah dengan jurusan yang tidak laku di pasar kerja lebih baik tidak dilakoninya. Tamatan dari fakultas teknik memang masih "laku", tetapi untuk jurusan apa dulu ?

Lebih elok, pikir Udin, ambil jurusan yang laku di pasar kerja. Bukan seperti saudaranya, yang pada awal memilih jurusan kelihatannya mentereng tetapi tidak dapat terserap di pasar kerja.

"Zaman sekarang adalah kerja kerja dan kerja. Bukan nganggur nganggur. Dimana-mana dijumpai pengangguran. Pilih jurusan yang bisa kerja cepet, be?" kata Udin memberi alasan kepada orang tuanya.

Udin adalah pelajar yang baru lulus dari SMA di wilayah pinggiran Jakarta. Ia bersikeras tidak mau masuk perguruan tinggi. Meski orang tuanya memaksa masuk fakultas teknik, tetapi Udin memilih program D-3 atau politeknik lantaran ia menilai mudah mendapatkan kerja.

Berbeda dengan Mas Ardiyanto yang masih bingung menentukan pilihan bagi puteranya yang akan masuk perguruan tinggi, apakah mengarahkan anaknya masuk perguruan tinggi swasta, negeri atau memilih masuk perguruan tinggi negeri agama Islam.

Sementara sang anak hingga kini baru menentukan pilihan pada jurusan sains.

Wulan, puteri seorang pedagang nasi warung tegal atau Warteg di bilangan Warung Buncit itu punya niat kuat untuk mengambil jurusan kedokteran. Namun sampai saat ini masih binggung, apakah bisa masuk perguruan tinggi gratis tanpa harus membebani orang tuanya.

Kampus dengan dukungan infrastruktur lengkap. Animonya tetap tinggi (Dokpri)

PT Prioritas

Ardiyanto berkeinginan kuat agar anaknya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Perguruan tinggi swasta menjadi pilihan kedua, bukan prioritas. Pertimbangannya, puteranya memiliki kemampuan lumayan: otak encer, cerdas dan kemampuan ilmu pasti dan bahasa Inggeris menggembirakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline