Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Taat Asas Gunakan Istilah Keagamaan, Peran Kemenag Apa?

Diperbarui: 27 Mei 2016   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sidang Isbat Awal Ramadlan DilakukanTertutup. Demikian judul berita dari Portal Kementerian Agama (Kemenag) yang disiarkan pada Jumat, 27 Mei 2016, 16:47. Sepintas, orang banyak paham bahwa judul tersebut menginformasikan tentang sidang isbat (penetapan) awal Ramadan.

Sidang isbat merupakan forum para ulama dari organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam untuk mengambil keputusan awal puasa atau Ramadan. Sidang ini dipimpin Menteri Agama, yang keputusannya bisa sama untuk bersepakat. Atau, bisa jadi, dalam penetapan itu tidak bersepakat - ada perbedaan - dalam penetapan awal puasa namun tetap saling menghormati

Namun jika dicermati dalam penggunaan istilah keagamaan, penulisan penyebutan "Ramadlan", bagi kalangan pelajar, santri dan ulama, akan bertanya-tanya, apakah memang sudah ada perubahan menuliskan Ramadan disisipi hurup "l" di belakang huruf "d". Atau Kemenag tengah mensosialisasikan, memperkenalkan penyebutan Ramadan atau bulan puasa itu ditambahi huruf "l".

Inkonsistensi atau ketidaktaatan dalam penggunaan istilah, dalam berita yang sama, makin terlihat jelas. Pada alinea terakhir penyebutan Ramadan disisipi huruf "h", Ramadhan.

Penulisan Ramadan, tahun-tahun sebelumnya memang masih diselipi huruf "h". Setelah terbit Kamus Istilah Keagamaan (KIK), penulisannya diubah atau dihilangkan huruf "h" di belakang huruf "d". Dengan demikian menjadi Ramadan.

Istiqomah harusnya menurut KIK ditulis istikamah, yang artinya sikap teguh dalam pendirian dan senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus sebagaimana digariskan oleh agama. Penulisan ini terlihat pada berita yang diturunkan pada Jumat, 27 Mei 2016, jam 16:16, dengan judul MAN 3 Malang Nomor Empat Peraih Medali Terbanyak OSN 2016.

Penulisan kota Makkah, seharusnya jika mengikuti KIK ditulis Mekah, kota suci (tanah haram) pertama bagi umat Islam di Saudi Arabia. Kota itulah terdapat Kakbah (bukan ditulis Ka'bah) di Masjidilharam sebagai kiblat umat Islam yang melaksanakan salat. Ke kota itulah bagi semua umat Islam yang melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ketidaktaatan penggunaan sebutan tersebut dapat dilihat pada berita hari Jumat (27/5/2016) jam 15:29 dengan judul Persiapan Haji Indonesia di Saudi Sudah 95%.

Penulisan infaq, shadaqoh harusnya diubah menjadi infak, sedekah. Lihat berita pada Kamis, 26 Mei 2016, 19:20, judul Untuk Capai Target Zakat 5 Triliun, Perlu Sinergi Antar Lembaga.

Taat asas atau tidak berubah dari ketentuan yang sudah ditentukan sangat penting dalam penggunaan istilah keagamaan, khususnya di media online. Lebih-lebih pada Portal Kementerian Agama yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi media massa.

Temuan tidak taat asas dalam penggunaan istilah keagamaan seperti diicontohkan itu, diperoleh dari berita selama sepekan terakhir. Bisa jadi, pada beberapa bulan sebelumnya banyak dijumpai jika diteliti lebih dalam. Padahal, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama sudah lama menerbitkan Kamus Istilah Keagamaan atau yang kini dikenal KIK.

Dalam KIK, istilah keagamaan Islam mengambil porsi halaman lebih banyak disusul Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Butuh waktu panjang, sekitar tujuh tahun untuk menyusun dan menyelesaikan KIK itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline