Sebetulnya siapa, sih, lawan Joko Widodo? Pertanyaan ini menjadi amat penting, terutama ketika mantan tukang mebel itu meneriakkan kemarahannya di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Sabtu (23/3) silam. Di hadapan ribuan pendukungnya, lelaki yang kini betarung sebagai Capres petahana itu menumpahkan kemarahannya. "Saya akan lawan!"
Pada kesempatan itu Widodo mengaku selama 4,5 tahun bertahan dan berdiam diri walau difitnah, dicela dan direndah-rendahkan, dihujat, dan dijelek-jelekkan. Beberapa hal yang disebutnya fitnah itu antara lain Widodo PKI (orang tuanya tokoh PKI), serta antek asing dan aseng. "Tetapi hari ini di Yogya saya sampaikan, saya akan lawan!" dengan suara meninggi, penuh kemarahan!
Jadi, siapa yang akan dilawan lelaki yang gemar memelihara kodok ini? Prabowo Subianto? Ah, rasanya bukan, deh. Kalau disebut Prabowo sebagai rivalnya dalam Pilpres 2019, tentu benar. Tapi, siapakah sejatinya lawan mantan Gubernur DKI yang lari dari tugasnya lima tahunnya ini?
Ya, siapakah sesungguhnya lawan presiden yang menurut Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri sebagai petugas partai itu? Bukan sekali dua Mega menyebut Widodo sebagai petugas partai, lho. Berbilang kali dalam sejumlah kesempatan, perempuan yang pernah menyindir orang-orang yang mengimani hari akhir(at) itu sebagai peramal, menyebutnya sebagai petugas partai. Bukan main!
Rakyat ogah
Siapakah lawan Presiden yang menantunya dapat kerjaan membangun rumah bersubsidi di Sukabumi ini? Mengapa dalam banyak kesempatan, acara Widodo baik sebagai presiden maupun Capres selalu saja sepi pengunjung? Di sosial media dan grup-grup whats app beredar video dan foto-foto betapa nelangsanya suasana acara-acara tersebut. Paspampres pun terpaksa menyingkirkan ratusan kursi yang telah tertata rapi karena tiada yang duduk. Bahkan beberapa acara batal dikunjungi lelaki yang mengingkari banyak janjinya saat kampanye Pilpres 2014 silam, tanpa alasan jelas.
Saya sering menduga-duga, bagaimana kira-kira perasaan pria, yang dipoles media habis-habisan dengan pencitraan itu, saat nyaris di setiap jalan rakyat menyambutnya dengan acungan dua jari sambil meneriakkan nama Prabowo berulang-ulang. Tidakkah kejadian berulang-ulang ini membuatnya nelongso, sedih, kecewa, marah, dan akhirnya depresi? Inikah pula yang menyebabkan dia muntab di stadion Kridosono?
Rakyat yang hadir di acara-acaranya selalu saja sepi. beberapa kali dia membatalkan hadir karena jumlah pengunjung kelewat sedikit. Padahal, untuk itu para balakurawanya telah jungkir-balik mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk mempersiapkan kendaraan untuk mengangkut, kostum, konsumi, dan uang taransport. Bahkan para pejabat publik yang gaji dan fasilitasnya dibayari negara, dengan tanpa malu memobilisasi bahwan mereka.
Bagaimana kita membaca minimnya kehadiran, apalagi antusiasme, rakyat terhadap acara-acara Widodo? Tidakkah ini artinya rakyat memang sudah ogah? Sepertinya rakyat memang sudah tidak mau terhadap lelaki yang mengingkari 66 janjinya saat Pencapresan 2014. Itulah pula yang menyebabkan elektabilitas petahana, yang telah dan selalu berkampanye sejak hari pertamanya sebagai presiden, nyungsep dan sulit reborn.
Waktu itu, antara lain dia berjanji kalau menjadi presiden akan stop impor produk pangan, akan menyusun kabinet ramping, tidak akan bagi-bagi kursi menteri kepada Parpol, tidak akan menyerahkan posisi Jaksa Agung kepada kader Parpol, akan mencegah banjir di Jakarta, akan mengurai kemacetan di Jakarta, akan membeli kembali saham Indosat, akan membuat Pertamina mengalahkan Petronas, akan membuat ekonomi tumbuh 7% per tahun, akan mendorong mobil Esemka sebagai mobil nasional, dan seabrek janji lain. Sayangnya, semua itu janji-janji kosong yang dengan enteng dia ingkari.
Jadi, siapakah sejatinya lawan Capres yang oleh pendukungnya di Jawa Timur digelari Cak Jancuk ini? Rakyatkah yang dia maksudkan? Bukankah, fitnah, hujatan, dan hinaan yang dia maksudkan itu, kalau pun benar ada, datang dari rakyatnya sendiri? Sekali lagi, kalau pun benar, lho...