Defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia masih tetap mengkhawatirkan. Sampai semester pertama 2018, defisit itu sudah mencapai US$8,03 miliar.
Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya hanya dari 1,96%. Angka ini sudah 3,04% dari PDB alias telah menembus batas aman psikologis yang 3%.
Dengan demikian, secara akumulasi, sepanjang semester pertama tahun ini, defisit telah mencapai US$13,75 miliar atau setara Rp204 triliun. Ini jelas bukan main-main. Pasalnya, sama artinya dengan melonjak hampir dua kali lipat ketimbang semester pertama tahun sebelumnya.
Pemerintah sudah mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi defisit perdagangan dan jasa yang menganga. Di antaranya ada program mencampur crude palm oil (CPO) ke solar hingga 20%.
Jika program yang dikenal dengan sebutan B20 ini sukses, maka ada penghematan devisa sekitar US$2,3 miliar tahun ini. Selain itu, Pemerintah juga terus mendorong sektor pariwisata untuk menggenjot devisa dari turis.
Kebijakan yang teranyar adalah tarif PPh pasal 22 terhadap impor 1.147 komoditas dinaikkan yang dibagi dalam tiga kategori. Pertama, tarif PPh impor pada 210 item naik dari 7,5% menjadi 10%. Kategori ini merupakan barang mewah seperti mobil complete build up (CBU) dan motor besar.
Kedua, 218 item komoditas naik dari 2,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri. Antara lain, barang elektronik yakni dispenser air, pendingin ruangan, dan lampu. Juga keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik serta peralatan masak.
Ketiga, 719 item komoditas naik dari 2,5% menjadi 7,5%. Masuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Di antaranya bahan bangunan seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio-visual yakni kabel, box speaker serta produk tekstil seperti polo shirt.
Sibuk dengan printilan