Lihat ke Halaman Asli

edy mulyadi

Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

Freeport, Tak Perlu Negosiasi dan Divestasi

Diperbarui: 10 Oktober 2017   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Edy Mulyadi*

 

Heboh pemberitaan soal divestasi PT Freeport Indonesia (PT FI) membuat publik jadi bingung. Para menteri yang merasa terkait dengan perkara ini punya pendapat beda-beda. Tapi intinya, semua merasa menjadi pahlawan karena berhasil 'memaksa' Freeport untuk mau mendivestasi sahamnya hingga 51%.

Di tengah eforia sukses memaksa Freeport mendivestasi 51% sahamnya, tiba-tiba surat bos Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson beredar ke publik. Isinya, Freeport menolak mekanisme divestasi yang ditawarkan oleh pemerintah. Nah, lho...

Untuk merayu agar Freeport tidak ngambek, Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) buru-buru berencana menerbitkan aturan yang meringankan pajak petambang asal Amerika itu. Jika dalam skema Kontrak Karya (KK) Freeport kena pajak penghasilan badan (PPh) 35%, dalam beleid yang rencananya berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), pajak itu diturunkan menjadi 25%. 

Apa yang dilakukan Sri jelas bertabrakan dengan konstitusi, khususnya pasal 23 A. Pasal tersebut berbunyi, "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang". Maksudnya, pajak bukan ditentukan dengan PP atau aturan lain yang secara hirarki di bawah UU.

Keringanan perpajakan bagi Freeport juga melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tapi begitulah Sri, kalau untuk menyenangkan asing, seolah apa saja bisa dilakukan, termasuk melanggar konsititusi dan UU. Bukan main!

Semangat Sri memberi keringanan pajak bagi perusahaan asing juga berbanding terbalik dengan sikapnya terhadap rakyat. Kepada rakyatnya sendiri, dia dikenal sangat galak dalam memalak pajak. Di kepalanya hanya ada pikiran-pikiran apa saja dan apa lagi yang bisa dihisap dari rakyat.

Kalau saja dia mau bersikap, setidaknya, sama galaknya terhadap Freeport sebagaimana kepada rakyatnya sendiri, mungkin ceritanya bakal lain lagi. Perusahaan asal Amerika ini diketahui banyak melanggar aturan. Mulai dari soal kerusakan lingkungan, menyogok pejabat pemerinah, tidak melaksanakan kesepakatan membuat smelter hingga membuat urusan divestasi saham jadi ribet dan berbelit-belit.

Ngemplang pajak Rp6 triliun

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pekan silam mengumumkan temuan potensi kerugian negara dari Freeport mencapai Rp6 triliun. Pemerintah melalui PP Nomor 45/2003 yang telah diubah dalam PP Nomor 9/2012 telah menetapkan besaran tarif iuran tetap dan royalti tambahan. Namun berdasarkan ikhtisar hasil pemeriksaan (IHSP) semester I-2017, disimpulkan Freeport masih menggunakan tarif yang tercantum dalam KK yang lebih rendah dan tidak disesuaikan dengan tarif baru. Akibatnya, potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) periode 2009-2015 yang hilang sebesar US$445,96 juta. Dengan kurs Rp13.400/US$, maka nilainya setara Rp5,97 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline