Lihat ke Halaman Asli

edy mulyadi

Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

Listrik 35.000 MW dan Kepretan Rajawali yang Akhirnya Terbukti

Diperbarui: 21 Juli 2017   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menko Kemaritiman Rizal Ramli(KOMPAS.com/YOGA SUKMANA)

Saat membuka acara GE: Powering Indonesia di Jakarta, kemarin (19/7), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW baru akan selesai 2025. Dalam tiga tahun ke depan yang dapat dikejar sekitar 20.000 MW.

Sebelumnya, pada 25 Januari 2017 silam, dia juga mengatakan proyek pembangkit listrik 35.000 MW tidak akan rampung di 2019. Saat itu Jonan menepis anggapan mega proyek kelistrikan sengaja dihentikan atau tidak dilanjutkan hingga mencapai 35.000 MW. "Bukan di stop, tapi memang tidak bisa selesai di 2019," ungkapnya.

Dua pernyataan senada oleh orang yang sama dalam kurun waktu yang berbeda menunjukkan konsistensi si pembuat pernyataan. Intinya, target pembangunan pembangkit 35.000 MW dalam lima tahun (2014-2019) tidak bisa dicapai, tidak realistis. Atau, dalam frase yang agak halusnya, terlalu ambisius.

Kalau seorang menteri yang paling bertanggung jawab di bidang energi sudah menyatakan demikian, masakah kita masih meragukan? Masakah kita tetap ngotot dengan pendapat, bahwa target pembangunan yang 35.000 MW itu masuk akal dan bisa dieksekusi?

Kalau Anda termasuk dalam kelompok yang ini, wah, repot kita melanjutkan diskusi. Kecuali, sampeyan bisa menjelaskan secara teknis dan substantif dari sikap ngotot tersebut. Tapi jika tidak bisa, ya maaf, itu namanya degil.

Warning RR
Sekadar menyegarkan ingatan lama (maksud saya, tidak terlalu lama juga), pernyataan senada Jonan sebetulnya sudah disampaikan Rizal Ramli. Waktu itu, Agustus 2015, beberapa hari setelah dilantik sebagai Menko Maritim (dan Sumber Daya), dia menyatakan rencana pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW tidak realistis.

Menurut dia, target super ambisius tersebut disusun hanya untuk menyenangkan pimpinan alias bos belaka. Selain itu, praktik di lapangan berbagai proyek tadi sudah habis dibagi-bagi kepada para kroni para pejabat tertentu. RR menyebut para birokrat itu dengan Pengpeng, penguasa merangkap pengusaha.

Gara-gara pernyataannya itu, sejumlah pihak jadi uring-uringan. Umumnya mereka menyebut RR telah bertindak tidak etis. Kok bisa-bisanya mengkritisi program pemerintah, sementara yang bersangkutan adalah menteri yang berada dalam satu rangkaian gerbong Jokowi? Kalau mau ribut, mbok saat sidang-sidang kabinet saja. Tidak di ruang publik. Gitu!

Selanjutnya koor bahwa RR menimbulkan kegaduhan pun ramai-ramai didendangkan. Dengan bantuan jaringan media yang tidak paham dan atau telah dikooptasi, koor ini kian lama kian nyaring saja. Opini masyarakat digiring sedemikian rupa, sehingga seolah-olah RR adalah duri dalam daging yang kudu dicabut dari kabinet.

Orang yang paling kencang berbunyi adalah Wapres Jusuf Kalla. Politisi berlatar belakang saudagar ini bahkan menuding RR tidak paham soal listrik. JK mengatakan, target 35.000 MW itu merupakan program Presiden Jokowi yang disusun dengan asumsi ekonomi tumbuh 7% per tahun. Dia bahkan menyarankan agar aktivis mahasiswa '78 tersebut belajar dulu soal listrik baru berkomentar.

Mungkin karena disebut tidak paham, gaya aktivis RR jadi terpantik. Secara terbuka dia melemparkan tantangan debat di hadapan publik kepada JK soal listrik. Keruan saja tantangan ini seperti menjadi pembenaran bahwa RR telah bertindak (sangat) tidak etis. Mosok menantang debat Wapres yang jadi atasan menteri? Setelah itu, orkestra agar menteri yang dikenal dengan jurus Rajawali Kepret dibuang dari kabinet pun kian lantang saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline