Lihat ke Halaman Asli

edy mulyadi

Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

Sekali Revaluasi Aset, Enam-Tujuh Pulau Terlampaui

Diperbarui: 25 Januari 2016   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

oleh: Edy Mulyadi*

 

“Aset melonjak Rp800 triliun.” Begitu judul satu harian nasional pekan silam. Angka ini adalah jumlah kenaikan aset BUMN sepanjang 2015. Sumbangan terbesar atas lonjakan aset itu diperoleh dari revaluasi aset 43 BUMN dan 19 anak perusahaannya.

Seperti diketahui, pada paket deregulasi ekonomi jilid 5 yang diluncurkan  19 Oktober 2015, pemerintah memberi insentif perpajakan bagi perusahaan yang bermaksud melakukan revaluasi aset. Ketentuan perpajakan yang selama ini menjadi sandungan serius revaluasi aset, pada paket kelima ini diamputasi dengan signifikan.

Pada aturan sebelumnya, bila perusahaan merevaluasi asetnya, maka dikenai pajak selisih aset paska revaluasi 10%.  Berdasarkan kebijakan baru, ada relaksasi berlaku sesuai dengan waktu dilakukannya revaluasi. Buat perusahaan yang merevaluasi asetnya di semester II 2015¸kena tarif pajak penghasilan (PPh) 3%. Bila dilakukan di semester pertama 2016 pajaknya 4%. Nah, jika dilakukan pada semester kedua 2016, pajaknya sebesar 6%. Setelah periode itu kembali ke tarif normal.

Kebijakan revaluasi aset ini buah dari gagasan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli yang disetujui dan menjadi keputusan sidang kabinet terbatas di Istana sebelumnya. Waktu itu, dia berhasil meyakinkan Presiden Joko Widodo dan para menteri lainnya, tentang perlunya ravaluasi aset. Lewat cara ini, dia yakin ekonomi dapat dipacu hingga tumbuh di atas 6%.  Saat ini ekonomi hanya tumbuh 5,02% di bawah target yang 5,5%.

Dulu di sekolah diperkenalkan paribahasa, sekali dayung dua-tiga pulai terlampaui. Artinya, dengan melakukan satu pekerjaan maka dua-tiga tujuan tercapai. Dengan revaluasi aset, maka paribahasa itu bisa berubah menjadi sekali dayung enam-tujuh pulau terlampaui. Ya, sedikitnya ada enam-tujuh benefit yang bisa diraih melalui revaluasi aset perusahaan.

Benefit pertama, revaluasi dengan sendirinya membuat nilai aset perusahaan naik hingga berkali lipat. Banyak aset perusahaan, terutama BUMN dan BUMND, yang diperoleh sejak belasan bahkan puluhan tahun silam. Tentu saja, nilai aset itu kini sudah jauh lebih tinggi ketimbang saat dibeli.

Aset berupa tanah, misalnya. Di neraca perusahaan, nilai tanah biasanya tercantum tetap sebesar harga saat dibeli. Padahal kenyataannya harga tanah naik terus naik dengan konsisten. Begitu juga untuk gedung, apalagi yang berlokasi strategis dan secara fisik masih kokoh, nilainya tentu makin lama makin naik. Makanya yang perlu direvaluasi biasanya objek utamanya adalah tanah dan gedung atau bangunan lainnya.

Masih bicara soal tanah, bisa dibayangkan berapa kenaikan lahan milik PT Jasa Marga (Persero) dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Tanah-tanah kedua BUMN itu ada yang diperoleh sejak 40-50 tahun lalu. Tentu harganya kini sudah naik belasan bahkan puluhan kali lipat.

Kedua, jika (sebagian dari) selisih  aset paska revaluasi disuntikkan ke modal, maka modal perusahaan melonjak. Bonafiditas perusahaan yang modalnya besar tentu lebih baik daripada yang pas-pasan. Kemampuan perusahaan untuk menutup risiko juga bertambah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline