Lihat ke Halaman Asli

Edy Herianto

Berusaha mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Hikmah Idul Adha bagi Pendidikan Kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Teman-Teman, Sahabat-Sahabat, dan Saudara-Saudaraku yang Sedang Berjihad mewujudkan Sekolah Bermutu

Hari yang Mulia ini bertepatan dengan Idul Adha 1435 H/2014 M, saya pribadi memperoleh pencerahan hidup yang sangat inspiratif dan oleh karenanya saya bermaksud membagikannya kepada teman-teman, sahabat-sahabat, dan saudara-saudaraku yang sedang berjihad mewujudkan sekolah bermutu. Semoga berkenan dan mudah-mudahan tulisan ini bukan sebagai pengganggu yang sifatnya menggurui. Ini benar-benar ikhlas, demi Allah SWT.

Seorang khotib muda di Depan Kantor Gubernur NTB menyampaikan pesan yang semula KETIDAK-MUNGKINAN akhirnya menjadi sebuah KEMUNGKINAN (bahkan KEPASTIAN hingga saat ini). Bagi Allah SWT semua yang tidak mungkin akan menjadi mungkin, jika kita memiliki keyakinan yang ikhlas, sabar, dan pasti hanya Allah SWT lah yang menjadi faktor penentunya. Tentu saja setelah kita kerja keras dan maksimal dengan satu fokus bahwa suatu asa bakal menjadi suatu wujud.

Begitu patuhnya Ibrahim AS kepada perintah Allah SWT, maka istrinya yang bernama Siti Hajar dan anaknya yang bernama Ismail ditinggalkan begitu saja di terik padang pasir Kota Makkah. Tiada satupun makhluk lain yang berani hidup di sana, kecuali mereka berdua. Tidak teganya seorang ibu melihat anaknya menangis minta minum, Hajar lari kesana kemari (dari Sofa ke Marwah sebanyak 7 kali. Luar biasa, dia bekerja maksimal, bekerja keras tanpa lelah, tanpa pretensi apapun, hanya satu niat mulia agar anaknya tidak meninggal karena kehausan. Begitu besarnya kesabaran, kegigihan, keuletan, dan tanpa menyerah, akhirnya Allah SWT memberikan hadiah berupa air zam-zam. Sungguh suatu ketidak-mungkinan yang akhirnya menjadi kemungkinan dan kepastian sampai saat ini. Subhannalloh.

Begitu usai khutbah, saya lalu teringat sekolah kita di tanah air tercinta, Indonesia. Selama kurang lebih 24 tahun sayamengabdikan diri menjadi pendidik di negeri ini. Begitu sesak rasanya dada ini, mulai dari level atas sampai level bawah memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Tugas kedepan yang tengah menghadang adalah cita-cita agar pendidikan bekualitas harus terwujud. Inilah suatu ketidak-mungkinan rasanya, yang harus kita bersama wujudkan menjadi suatu kemungkinan. Dari berbagai pihak saya kumpulkan informasi, mulai dari guru, tenaga kependidikan dari KTU sampai cleaning service, dan siswa-siswi kita tercinta. Siswa-siswi kita adalah ibarat Ismail kecil yang haus pembelajaran yang berkualitas, kelas yang bersih dan representatif, toilet yang bersih, dan sekolah yang bebas bullying, tidak ada sogokan, bebas (tidak ada) nyontek dan perbuatan tidak jujur lainnya. Guru dan tenaga kependidikan yang berperan ganda baik sebagai subyek sekaligus obyek, menghendaki kenyamanan bekerja, manajemen yang transparan, kepemimpinan yang mengayomi, dan tauladan yang insipartif. Guru dan tenaga kependidikan juga bertanggungjawab menjadi Siti Hajar untuk mewujudkan asa Ismail (sisi siswa-siswi kita). Sedangkan kita berada di sisi mana?? Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, orang tua siswa, dan Komite Sekolah serta stakeholders lainnya HARUS bertindak sebagai Siti Hajar. Mereka (guru, tenaga kependidikan, dan siswa-siswi) mengharapkan air zam-zam.

Kehadiran teman-teman, sahabat-sahabat, dan saudara-saudaraku yang tangguh dan inspiratif dimaknai sebagai harapan yeng lebih luas oleh warga sekolah (Ismail yang saat ini di Papua, NTB, Aceh, dan seantero wilayah nusantara tercinta) tengah menanti "air Zam-Zam dari Guru inspiratif berhati mulia". Duta-duta yang telah lulus sertifikasi maupun yang belum sempat mengenyam sertifikasi adalah laksana Siti Hajar yang gigih, ulet, pantang menyerah, dan bermental baja diantara warga sekolah yang tidak peduli, kurang komit, bermental transaksional-uang, mau enak sendiri tapi mengharapkan hidup layak (laksana Ismail kecil yang seringkali meronta kehausan tanpa mempedulikan jerih payah Ibunya-Hajar).

Inilah kesempatan emas untuk menjadi Siti Hajar yang imbalannya hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Surga Allah SWT yang kekal abadi tengah menunggu Siti Hajar-Siti Hajar yang mampu mewujudkan anak didik yang berkarakter ‘sebagai penerima manfaat utama sekolah berkualitas’. Janji Allah SWT adalah pasti dan tidak pernah meleset. Allah SWT tidak pernah menukar rejeki, jodoh dan mati seseorang dengan orang lain.

Inilah pengalaman saya di hari yang mulia ini. Ijinkanlah agar secuil imel ini dapat terbaca untuk teman-teman, sahabat-sahabat, dan saudara-saudaraku. Saya berdo'a kepada Allah SWT agar dilimpahkan kesabaran dan ketabahan untuk menjadi Siti Hajar.

Kesalahan selalu ada pada diri saya semata dan kebenaran selalu datang dan menjadi milik Allah SWT semata.

Selamat datang guru-guru tercinta. Berlombalah menjadi Siti Hajar yang membawa air zam-zam dari manapun kalian berasal. Sekolah tengah menanti sentuhan Siti Hajar untuk menjadi lembaga pendidikan berkualitas.

Terima Kasih dan Mohon Maaf Lahir dan Batin

Tulisan ini pernah saya kirimkan (via email) kepada teman-teman yang sedang menimba ilmu di negeri seberang terkait program tertentu pada beberapa tahun yang lalu. Ketika tadi pagi mengikuti kutbah Idul Adha, saya diingatkan akan tulisan ini, mengingat hakiki isi kutbah relatif sama dengan apa yang pernah saya peroleh beberapa waktu  lalu. Saya mencoba 'mendaur-ulang' tulisan tersebut untuk pembaca budiman. Semoga ada manfaatnya. Amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline