Lihat ke Halaman Asli

Menteri Perhubungan "Offside"!

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1420350765921113302

[caption id="attachment_388370" align="aligncenter" width="630" caption="Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan (Kompas.com)"][/caption]

Penggemar sepakbola pasti tahu yang namanya offside. Ya, itu adalah posisi ketika seorang pemain yang saat menerima atau mengejar umpan rekannya berada lebih dekat ke gawang lawan dibanding pemain lawan. Dalam bahasa sederhana, offside dalam disebut sebagai "terlalu cepat bergerak".

Dalam kasus Air Asia, khususnya terkait musibah QZ8501, Menteri Perhubungan (Ignasius Jonan) dan jajarannya terlihat ingin bergerak cepat, antara lain dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kantor Air Asia.

Salah satu temuannya, ada kesalahan dalam bentuk Air Asia tidak melakukan pilot briefing sesuai ketentuan. Di berbagai media diungkap bahwa Menhub marah besar dan mengancam akan mencabut izin Air Asia.

Tak berapa lama Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan laporan mengejutkan, yaitu menyebut QZ8501 terbang tanpa izin. QZ8501 terbang hari Minggu, padahal (kata Dirjen) Air Asia hanya mengantongi izin untuk hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu.

BMKG pun seolah menyiram bensin ke tungku kemarahan Menhub dengan laporan bahwa Air Asia tidak mengambil dokumen laporan cuaca yang disediakan oleh BMKG.

Opini pun bergerak liar. Kesan yang muncul, atau dimunculkan, adalah: (1) Air Asia menerbangkan pesawatnya tanpa izin, (2) QZ8501 terbang tanpa membawa prakiraan cuaca (sebagai bagian dari rencana penerbangan).

Kemenhub kemudian mengambil langkah cepat dan tegas: Membekukan penerbangan Air Asia rute Surabaya-Singapura untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Sejak awal saya sudah terkejut dengan keputusan tersebut. Bukan soal substansinya. Juga bukan soal teknis penerbangan, karena saya tidak menguasai bidang itu.

Saya lebih menyoroti keputusan Kemenhub itu dari sisi "metodologi". Sebuah kebijakan publik tidak boleh diambil dengan pendekatan "trial and error" yang bersifat jangka pendek. Pendekatan yang dimaksud adalah "pokoknya bikin kebijakan dulu, nanti kalau salah dikoreksi".

Bukan berarti tidak boleh salah, tapi sebuah kebijakan publik hendaknya didasari oleh pemikiran yang matang dan data/informasi yang akurat. Memang kemudian ada trade off antara akurasi/kelengkapan informasi dengan kecepatan mengambil keputusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline